Mengirim Pahala Untuk Orang Mati, secara umum bisa dibagi menjadi dua kategori. Yaitu
: Mengirim pahala
sedekah dan Mengirim pahala bacaan Qur’an.
Mengirim Pahala Sedekah Untuk Orang Mati
Bersedekah yang diniatkan kebaikan pahalanya untuk mayit,
telah menjadi ijma’ (aklamasi) seluruh para Salafush Shalih, dan imam
kaum muslimin dari zaman ke zaman. Ijma’ ulama ini berdasarkan dalil-dalil yang
shahih (kuat) dan sharih (jelas) yang bersumber dari al Quran dan As
Sunnah.
Mengenai konsensus ulama mengenai permasalahan ini,
secara tegas dan lugas telah dijabarkan oleh para ulama dalam kitab-kitab
mereka diantaranya :
Imam Ibnu
Katsir rah. dalam kitab tafsirnya berkata : “Adapun berdoa dan
bersedekah, maka keduanya telah disepakati (ijma’) akan sampai kepadanya
(mayit), dan keduanya memiliki dasar dalam nash syariat.” (Ibnu Katsir,7
/465)
Imam An Nawawi rah. Setelah
menyebutkan rentetan hadits-hadits yang menjadi hujjah sampainya sedekah kepada
mayit mengatakan: “Dalam hadits ini menunjukkan bolehnya bersedekah untuk mayit
dan itu disunahkan melakukannya, dan sesungguhnya pahala sedekah itu sampai
kepadanya dan bermanfaat baginya, dan juga bermanfaat buat yang bersedekah.
Dan, semua ini adalah ijma’(kesepakatan) semua kaum muslimin.” (Al Minhaj
Syarh Shahih Muslim, 6/20.)
Ibnu
Taimiyah rah. mengatakan : “Tidak ada dalam ayat, dan
tidak pula dalam hadits, yang mengatakan bahwa ‘Tidak Bermanfaat’ doa seorang
hamba bagi mayit, dan juga amal perbuatan yang diperuntukkannya berupa amal
kebaikan, bahkan para imam kaum muslimin telah sepakat hal itu bermanfaat bagi
mayit, hal ini sudah ketahui secara pasti dalam agama Islam, ditunjukkan oleh
Al Quran, As Sunnah, dan ijma’. Barangsiapa yang menyelesihinya, maka dia
adalah ahli bid’ah.” (Majmu’ Fatawa, 5/466)
Abdul Aziz Baz Rahimahullah –berfatwa:
“Ada pun bersedekah dan berdoa bagi mayit kaum muslimin, maka semua ini
disyariatkan.” (Fatawa Nur ‘Alad Darb, 1/89)
Muhammad bin
Shalih ‘Utsaimin Rahimahullah mengatakan: “Adapun sedekah buat mayit,
maka itu tidak apa-apa, boleh bersedekah (untuknya).”(Fatawa Nur ‘Alad Darb,
No. 44)
Dalil Sampainya Mengirim Pahala Untuk Orang Mati adalah hadits sohih
yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori, Muslim, Nasai, Ibn Majjah, Abu Dawud sebagaiberikut:
Dari Abu Hurairah ra.: “Bahwa ada seorang
laki-laki berkata kepada Nabi Saw : “Sesungguhnya ayahku sudah wafat, dia
meninggalkan harta dan belum diwasiatkannya, apakah jika disedekahkan untuknya
maka hal itu akan menghapuskan kesalahannya? Rasulullah
Saw menjawab: Ya.” (HR. Muslim)
Dari ‘Aisyah Radhiallahu
‘Anha, ia berkata : “Bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi Saw :
“Sesungguhnya ibuku wafat secara mendadak, aku kira dia punya wasiat
untuk sedekah, lalu apakah ada pahala baginya jika aku bersedekah untuknya?
Beliau menjawab: “Na’am (ya), sedekahlah untuknya.” (Mutafaqqun ‘alaih)
Dari Sa’ad bin
‘Ubadah ra. Ia berkata : “Aku berkata: Wahai Rasulullah,
sesungguhnya ibuku wafat, apakah aku bersedekah untuknya? Beliau menjawab: Ya.
Aku berkata: “Sedekah apa yang paling afdhal?” Beliau menjawab: “Mengalirkan
air.” (HR. An Nasa’i dan Ibnu Majah)
“Bahwa Nabi Saw
pernah mendengar seorang laki-laki berkata: Labbaik an Syubrumah (Ya
Allah, saya perkenankan perintahMu untuk si Syubrumah). Nabi bertanya: Siapa
Syubrumah itu ? Dia menjawab : Saudara saya atau teman dekat saya. Nabi
bertanya: Apakah engkau sudah berhaji untuk dirimu? Dia menjawab: belum. Nabi
bersabda: Berhajilah untuk dirimu kemudian berhajilah untuk Syubrumah ! ”.(HR.
Abu Daud)
Untuk masalah ini,
ulama berselisih pendapat. Masing-masing memiliki dalil dan hujjah yang sulit
dipatahkan begitu saja. Dan tentu saja masing-masing pendapat akan mengklaim
bahwa pendapatnyalah yang paling benar dan hujjah mereka yang paling kuat. Namun sebagai muslim yang baik, sikap kita
atas perbedaan itu tidak dengan menjelekkan atau melecehkan pendapat yang
kiranya tidak sama dengan pendapat yang telah kita pegang selama ini.
Bila kita
tentram dan merasa pas dengan salah satu pendapat,jangan lantas diiringi dengan
caci maki kepada yang berbeda pendapat. Karena bagaimanapun yang mereka ikuti
juga adalah para ulama yang telah diakui kehujjahannya dalam dunia islam.
Pendapat Sampainya Mengirim Pahala Bacaan
Quran Untuk Orang Mati
Pendapat ini
didukung oleh para ulama dari berbagai mazhab diantaranya:
Abdullah bin Amru
bin Al ‘Ash Radhiallahu ‘Anhuma
Beliau adalah
seorang sahabat Nabi, ayahnya adalah Amr bin Al ‘Ash, Gubernur Mesir pada
masa Khalifah Umar. Dalam kitab Syarh Muntaha Al Iradat3/16, disebutkan
demikian: Dari Abdullah bin Amru, bahwa dia menganjurkan jika mayit
dikuburkan hendaknya dibacakan pembuka surat Al Baqarah, dan akhir surat
Al Baqarah. Ini diriwayatkan oleh Imam Al Lalika’i. Hal ini dikuatkan oleh
keumuman hadits: Bacalah Yasin kepada orang yang menghadapi sakaratul maut.
Imam Ahmad bin
Hambal rah. dan Imam Ibnu Qudamah rah.
Pendapat Ini
telah masyhur diketahui sebagai pendapat imam Ahmad dan ulama-ulama
mazhab Hanbali, bahwa beliau membolehkan membaca Al Quran untuk orang sudah
meninggal. Imam Ibnu Qudamah mengatakan dalam kitabnya,Syarhul Kabir :
Berkata Ahmad: bahwa mereka membacakan Al Quran ( surat Yasin) pada sisi
mayit untuk meringankannya, dan juga diperintahkan membaca surat Al Fatihah. (Syarh
Al Kabir, 2/305).
Imam Al Bahuti
juga mengatakan: Imam Ahmad mengatakan, bahwa semua bentuk amal shalih
dapat sampai kepada mayit baik berupa doa, sedekah, dan amal shalih lainnya,
karena adanya riwayat tentang itu. (Syarh Muntaha Al Iradat, 3/16)
Imam Asy
Syaukani rah.
Telah ada
perbedaan pendapat para ulama, apakah ‘sampai atau tidak’ kepada
mayit, perihal amal kebaikan selain sedekah? Golongan
mu’tazilah (rasionalis ekstrim) mengatakan, tidak sampai sedikit pun. Mereka
beralasan dengan keumuman ayat (yakni An Najm: 39, pen). Sementara, dalam
Syarh Al Kanzi Ad Daqaiq, disebutkan: bahwa manusia menjadikan
amalnya sebagai pahala untuk orang selainnya, baik itu dari shalat, puasa,
haji, sedekah, membaca Al Quran, dan semua amal kebaikan lainnya, mereka
sampaikan hal itu kepada mayit, dan menurut Ahlus Sunnah hal itu bermanfaat
bagi mayit tersebut. (Nailul Authar, 4/92)
Al Imam Al
Hafizh Fakhruddin Az Zaila’i rah.
Beliau berkata
: Ayat yang dijadikan dalil oleh Imam Asy Syafi’i, yaitu surah An Najm ayat 39:
“Manusia tidaklah mendapatkan kecuali apa yang diusahakannya.” Disebutkan
dari Ibnu Abbas bahwa ayat tersebut mansukhpen) oleh ayat lain yakni, “Dan
orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam
keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka ..” maka anak-anak
akan dimasukkan ke dalam surga karena kebaikan yang dibuat bapak-bapaknya. (Jami’ul
Bayan fi Ta’wilil Quran, 22/546-547) (dihapus, yang dihapus bukanlah
teksnya, tetapi hukumnya.
Imam Ibnu
Nujaim Al Hanafi dan Imam Kamaluddin Rahimahumallah
Beliau berkata
: “Yang paling dekat dengan kebenaran adalah apa yang telah dipilih oleh Al
Muhaqqiq Ibnu Al Hummam, bahwa ayat itu (surah An Najm ayat 39) tidak
termasuk larangan menghadiahkan amalnya. Artinya, tidaklah bagi manusia
mendapatkan bagian selain apa yang diusahakannya, kecuali jika dia menghibahkan
kepada orang lain, maka saat itu menjadi milik orang tersebut.” (Al Bahrur Raiq,
3/84)
Imam Ibnu Rusyd
Al Maliki rah.
Dalam An
Nawazil-nya, Ibnu Rusyd mengatakan: “Jika seseorang membaca Al Quran dan
menjadikan pahalanya untuk mayit, maka hal itu dibolehkan. Si Mayit akan
mendapatkan pahalanya, dan sampai juga kepadanya manfaatnya.” (Syarh
Mukhtashar Khalil, 5/467)
Husain bin
Mas’ud al-Baghawi rah.
Beliau adalah
pengarang kitab tafsir al Khazin, ketika menjabarkan tentang tafsir surah
an-Najm ayat 39, beliau memilih pendapat yang mengatakan sampainya bacaan
Qur’an bagi orang meninggal dunia. ( Tafsir Khazin,4/213)
Ibnu Taimiyah
Di dalam kitab
fenomenal beliau majmu’ Fatawa, beliau berkata: Orang-orang berbeda
pendapat tentang sampainya pahala yang bersifat badaniyah seperti puasa, shalat
dan membaca Al-Quran. Yang benar adalah bahwa semua itu akan sampai pahalanya
kepada si mayyit.” (Majmu' Fatawa, 24 /315-366)
Imam Ibnu Hajar
Al Haitami Asy Syafi’i rah.
Dalam kitabnya
beliau mengatakan “Hendaknya diperdengarkan bacaan Al Quran bagi mayit agar
mendapatkan keberkahannya sebagaimana orang hidup, jika diucapkan salam saja
boleh, tentu membacakannya Al Quran adalah lebih utama. (Tuhfatul Muhtaj
fi Syarhil Minhaj, 10/371)
Imam
Syihabuddin Ar Ramli Asy Syafi’i rah.
Beliau
membolehkan membaca Al Quran untuk mayit bahkan setelah dikuburkan, dan ada
sebagian pengikut Syafi’i lainnya menyatakan itu sunah. (Nihayatul Muhtaj,
2/428)
Syaikh Sayyid
Sabiq rah.
Penjelasan
beliau yang mendukung pendapat ini bisa kita temukan dalam kitab fiqihnya
yang fonumenal Fiqhus Sunnah, juz 1 pada halaman 386.
Jumhur Ulama al
Azhar Kairo
Membaca surat
Yasin adalah sama saja waktunya, baik ketika sakaratul maut atau setelah
wafatnya. Malaikat ikut mendengarkannya, mayit mendapatkan faidahnya karena
hadiah tersebut, dan si pembaca juga mendapatkan pahala, begitu pula
pendengarnya akan mendapatkan pelajaran dan hikmah darinya.(Fatawa Al Azhar,
8/295)
Pendapat Tidak Sampainya Mengirim Pahala
Bacaan Quran Untuk Orang Mati
Imam Abu
Hanifah rah. Dan jumhur pengikut mazhab Hanafi
Keterangan
pendapat al Imam Abu Hanifah dan para ulama kalangan Hanafi yang menganggap
bahwa pengiriman pahala kepada orang yang meninggal tidak ada syariatnya.
( Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 16/8)
Imam Malik rah. dan
sebagian pengikutnya
Syaikh Wahbah
Az Zuhaili Hafizhahullah mengatakan dalam Al Fiqhul Islami wa
Adillatuhu 2/599. : Berkata kalangan Malikiyah:
dimakruhkan membaca Al Quran baik ketika naza’ (sakaratul maut) jika
dilakukan menjadi kebiasaan, sebagaimana makruh membacanya setelah wafat,
begitu pula di kubur, karena hal itu tidak pernah dilakukan para salaf (orang
terdahulu).
Disebutkan
dalam Al Mausu’ah 16/8 : “Menurut Malikiyah, dimakruhkan secara
mutlak membaca apa pun dari Al Quran untuk mayit.”
Imam Asy
Syafi’i rah.,Imam Ibnu Katsir rah. Dan jumhur mazhab Syafi’I
Mutaqadimin (terdahulu)
Muhammad bin
Abdul Wahhab At Tamimi rah.
Keterangan
beliau mengenai hal ini kita temukan dalam kitab Al Bayan Li Akhtha’i
Ba’dhil Kitab, karangan Syaikh Shalih Fauzan, : “Sesungguhnya membaca dan
membawa Al Quran di kubur sebagaimana yang dilakukan sebagian manusia hari ini,
mereka duduk selama tujuh hari dan menamakan itu sebagai kesungguhan, begitu
pula berkumpul di rumah keluarga si mayit selama tujuh hari membaca Al Fatihah,
dan mengangkat tangan untuk berdoa untuk si mayit, maka semua ini adalah bid’ah
munkar yang diada-adakan, dan harus dihilangkan.”
Kesimpulan Mengirim Pahala Untuk Orang Mati
Dari penjelasan
diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa (Pertama) Ulama telah
berijma’ (sepakat) bahwa Mengirim Pahala Sedekah Untuk Orang Mati adalah masyru’(disyariatkan). (Kedua) Ulama berbeda pendapat mengenai
masyru’iyahnya bacaan Qur’an dari seorang muslim kepada muslim lain yang telah
meninggal dunia.
Untuk poin yang
pertama sikap kita jelas, yakni kita tidak boleh menolak dan mengingkari doa
dan sedekah kepada mayit, karena kita tidak boleh mengingkari ijma’
ulama.
Adapun untuk
poin kedua, bagaimana kita menyikapinya ? Tidak ada sikap yang lebih arif dan
hanif (lurus) dalam masalah khilafiyah selain menghormati pendapat yang berbeda
dengan diri kita.
Kita tidak boleh menyebutnya sebagai amalan bidah sebab
menurut Sykeh Utsaimin perbedaan pendapat ulama ahlu sunah tidak bisa disebut
sebagai bidah. Dalam Ta’liqot Ibn Utsaimin Alal Kafi Libni
Qudamah 1/377 ia berkata berkata:
أما ما اختلف فيه علماء السنة فإننا لا نقول بدعة
وإلا كان كل مسألة فيها خلاف يكون المخالف فيها مبتدعا ( تعليقات ابن عثيمين
علي الكافي لابن قدامة ج 1 ص 377 )
Adapun sesuatu
yang diperselisihkan oleh ulama sunah maka kami tidak mengatakannya sebagai
bid’ah. Jika tidak begitu maka setiap masalah yang didalamnya terdapat
perbedaan, berarti orang yang menentang adalah pembuat bid’ah.
Jika anda menyebut Mengirim Pahala Untuk Mayyit
sebagai amalan bidah, maka jangan salahkan jika anda disebut sebagai wahhabi.
Comments
Post a Comment