Skip to main content

Pengertian Pernikahan dan Hukum Nikah Dalam Islam

Sebenarnya jika hanya ingin menikah kita tidak harus mengetahui pengertian pernikahan. Yang terpenting adalah mengetahui syarat dan rukum sebuah pernikahan agar sah. Akan tetapi bagi kamu yang ingin memelajari masalah pernikahan maka mau tidak mau kamu harus tahu Pengertian Pernikahan Dalam Islam.

Pengertian Pernikahan dan Hukum Nikah Dalam Islam

Pengertian Pernikahan
Pengertian Pernikahan Dalam Islam saya baca dari beberapa kitab fiqih madzhab syafii seperti dalam kitab Mughni Muhtaj Karya Imam Rofi’i. Bagi kamu yang ingin merujuk ke kitabnya langsung silahkan buka pada Kitabun Nikah.
Dalam islam, pengertian pernikahan dilihat dari sua sudut pandang yaitu pengertian pernikahan secara bahasa dan pengertian pernikahan secara istilah. Maksud pernikahan secara bahasa adalah makna nikah yang dikehendaki oleh bahasa. Sedangkan maksud pernikahan secara istilah adalah makna yang telah dirancang oleh ulama.
Pengertian pernikahan atau nikah secara bahasa adalah terkumpul dan menyatu. Sedangkan menurut istilah adalah akad yang mengandung diperbolehkannya senggama dengan lafal inkah atau tazwij atau terjemahannya. 
Makna senada juga di sampaikan oleh Imam Romli dalam kitab Nihayatul Muhtaj. Kata beliau:
النِّكَاحِ هُوَ لُغَةً : الضَّمُّ وَالْوَطْءُ ، وَشَرْعًا : عَقْدٌ يَتَضَمَّنُ إبَاحَةَ وَطْءٍ بِاللَّفْظِ الْآتِي
Artinya: “Nikah secara bahasa bermakna kumpul. Sedangkan secara istilah bermakna akad yang mengandung diperbolehkannya senggama menggunakan lafal (tertentu) yang akan datang (dijelaskan-red).”
Sementara dalam kamus besar bahasa indonesia dijelaskan pengertian nikah yaitu akad atau ikatan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama. Sedangkan pengertian pernikahan adalah <1> hal (perbuatan) nikah; <2> upacara nikah.
Hukum Nikah
Sesungguhnya nikah disyareatkan dengan dalil al-quran dan hadits. Mengenai hukumnya para ulama berbeda pendapat apakah wajib atau jawaz.
Menurut madzhab syafii, hukum nikah adalah jawaz. Pendapat ini merupakan pendapat yang masyhur dalam madzhab Hanbali kecuali apabila seseorang hawatir berzina maka hukum nikah menjadi wajib.
Dawud Azhohiri memiliki pendapat lain. Katanya hukum nikah adalah wajib sepanjang hidup melakukan pernikahan sekali. {Imam Nawawi; Majmu’ Syarah Muhadzdzab}
Dalam kitab Fathul Qorib dijelaskan bahwa hukum nikah adalah sunah bagi orang yang membutuhkannya dan memiliki biaya untuk mahar dan nafaqoh. Dan apabila tidak memiliki biaya maka tidak disunahkan menikah.
Hal senada juga dijelaskan dalam kitab Iqna’. Di sana dijelaskan:
والنكاح مباح وهو مستحب لمن احتاج إليه وتركه أفضل لمن استغنى عنه
Artinya: “Hukum nikah adalah mubah/jawaz. Tetapi hukum nikah menjadi sunah bagi orang yang membutuhkannya. Dan untuk orang yang tidak membutuhkan pernikahan maka hal yang lebih utama adalah meninggalkan nikah/ tidak menikah.
Imam Nawawi dalam kitab Minhajuth Tholibin memiliki penjelasan yang simpel dan mudah dipahami tentang hukum nikah. Kata beliau:
النِّكَاحِ هُوَ مُسْتَحَبُّ لِمُحْتَاجٍ إلَيْهِ يَجِدُ أُهْبَتَهُ، فَإِنْ فَقَدَهَا اُسْتُحِبَّ تَرْكُهُ، وَيَكْسِرُ شَهْوَتَهُ بِالصَّوْمِ، فَإِنْ لَمْ يَحْتَجْ كُرِهَ إنْ فَقَدَ الْأُهْبَةَ، وَإِلَّا فَلَا لَكِنْ الْعِبَادَةُ أَفْضَلُ. قُلْتُ: فَإِنْ لَمْ يَتَعَبَّدْ فَالنِّكَاحُ أَفْضَلُ فِي الْأَصَحِّ، فَإِنْ وَجَدَ الْأُهْبَةَ وَبِهِ عِلَّةٌ كَهَرَمٍ أَوْ مَرَضٍ دَائِمٍ أَوْ تَعْنِينٍ كُرِهَ، وَاَللَّهُ أَعْلَمُ.
Artinya: Nikah hukumnya sunah bagi orang yang membutuhkannya dan memiliki biaya. Apabila tidak memiliki biaya maka disunahkan untuk meninggalkan (Baca: menunda) nikah dan memecah (baca: menghilangkan) syahwat atau nafsunya dengan cara berpuasa.
Apabila tidak membutuhkan pernikahan maka dimakruhkan menikah jika tidak memiliki biaya. Apabila memiliki biaya maka tidak makruh akan tetapi menyibukan diri dengan beribadah lebih utama.
Aku (Baca: Imam Nawawi) berkata: Apabila tidak menyibukan diri dengan beribadah maka menikah lebih utama menurut pendapat yang ashoh. Apabila memiliki biaya namum mengalami penderitaan seperti pikun, sakit yang berkepanjangan atau ipotensi maka hukum menikah adalah makruh.
Kesimpulannya: Hukum nikah pada dasarnya adalah Mubah atau Jawaz. Namun hukum menikah berubah menjadi sunah bagi kamu yang ingin menikah dan memiliki biaya. Dan ketika kamu hawatir melakukan zina maka hukum nikah menjadi wajib. Jika kamu hanya ingin menikah tapi tidak memiliki biaya maka hukum nikah berubah menjadi makruh dan disunahkan untuk menunda nikah. Demikian pula apabila seseorang memiliki biaya namun ia menderita pikun, atau sakit berkepanjangan atau ipotensi maka hukum nikah juga makruh.

Demikianlah Pengertian Pernikahan dan Hukum Nikah Dalam Islam semoga bermanfaat untuk kita semua baik di dunia maupun di akhirat. Amin. 

Comments

Popular posts from this blog

Nabi Muhammad Mempersaudarakan Muhajir dan Anshor

Persaudaraan  Muhajir dan Anshor Madinah yang saat itu bernama Yatsrib merupakan fase  baru  dalam hidup Nabi Muhammad . Di sini dimulainya suatu fase politik yang telah diperlihatkan oleh Muhammad dengan segala kecakapan, kemampuan dan pengalamannya, yang akan membuat orang jadi termangu, lalu menundukkan  kepala  sebagai  tanda  hormat  dan  rasa  kagum. Tujuannya yang pokok akan mencapai Yathrib - tanah airnya yang baru - ialah meletakkan dasar kesatuan politik dan organisasi, yang  sebelum  itu  di  seluruh  wilayah  Hijaz belum dikenal; sungguhpun jauh sebelumnya di Yaman memang sudah pernah ada. Sekarang Nabi Muhammad bermusyawarah dengan kedua wazirnya  Abu  Bakr dan  Umar  -  demikianlah  mereka dinamakan. Dengan sendirinya yang menjadi pokok pikirannya yang  mula-mula  ialah  menyusun barisan  kaum Muslimin serta mempererat persatuan mereka, guna menghilangkan segala  bayangan  yang  akan  membangkitkan  api permusuhan  lama di kalangan mereka itu. Strategi Nab

Tafsir Surat An-Nisa : 47 Tentang Hari Sabtu

Tafsir Surat An-Nisa : 47 Tentang Hari Sabtu , - Dalam al-quran, diahir surat anisa’ ayat 47 terdapat kalimat (yang artinya) “atau kami laknat mereka sebagaimana kami melaknat orang-orang (yang berbuat maksiat) pada hari sabtu...” Di sana terdapat kalimat hari sabtu dan tentunya ini melahirkan pertanyaan tentang hari sabtu dan itulah yang ditanyakan oleh member grup Fiqih Madzhab Syafi’i yang saya dirikan di facebook. Berikut pertanyaan tentang Tafsir Surat An-Nisa Ayat 47 Tentang Hari Sabtu. Alam Poetra Losariez السلا م عليكم .... Mohon penjelasan para alim,ustadz,ustadzah . Dalam surat an_nisa ayat 47 (d terakhir surat )yangg ber bunyi : ٠٠٠٠اونلعنهم كما لعنا اصحب السبت وكان امرالله مفعولا(٤٧) “... ataw kami laknat mereka sebagaimana kami melaknat orang-orang(yang berbuat maksiat) pada hari sabat(sabtu).dan ketetapan bagi allah pasti berlaku(Q,S an_nisa ayat 47) Pertanyaannya ... : ada apa dengan hari sabtu ? apakah hari sabtu hari yang d istimewakan a

Melaksanakan Sholat Jum'at Di Jalan Raya, Bagaimana hukumnya?

Persoalan Melaksanakan Sholat Jum'at Di Jalan Raya, saat ini banyak dibicarakan di medsos. Mereka mencoba menjawab pertanyaan Bagaimana hukumnya? Ilustrasi Jawaban Tidak ada yang mensyaratkan sholat jum'at harus di dalam masjid selain madzhab Maliki. Madzhab Syafii yang diikuti oleh mayoritas warga Indonesia, tidak melarang sholat jum'at di luar masjid. Itu artinya, sholat jum'at di jalan raya tetap sah. Berikut ta'bir dalam kitab-kitab madzhab syafii: قال في حاشية الشرواني على تحفة المنهج قول المتن في خطة أبنية...... الخ اي وان لم تكن في مسجد. اھ وقال في مغني المحتاج على المنهاج ص ٤١٧ جز اول في قول المتن( أن تقام في خطة أبنية أوطان المجمّعين) اي وان لم تكن في مسجد. اھ وقال في شرح المحلي على المنهاج ص ٢٧٢ جز اول   في قول المتن ( أن تقام في خطّة أبنية أوطان المجمّعين) لأنها لم تقم في عصر النّبيّ صلى اللّه عليه وسلّم والخلفاء الراشدين إلاّ في مواضع الإقامة كما هو معلوم وهي ما ذكر سواء فيه المسجد والدّار والفضاء ..اھ قال