Skip to main content

Posts

Pembagian Bidah Fersi Wahhabi

Menurut wahhabi bidah tidak boleh dibagi. Nabi bersabda setiap bidah adalah sesat. Nabi yang maksum tidak membagi bidah. Namun ulama yang tidak maksum membagi bidah. Apakah anda akan memilih pembagian ulama yang tidak maksum dan meninggalkan sabda nabi yang maksum? Tentu saja saya akan memilih nabi yang maksum. Sebagai pengikut nabi yang haus akan ilmu pengetahuan nabawiyah saya mencoba mencari penjelasan lebih mengenai bidah. Dengan bermodalkan maktabah syamilah yang berisi 29.000 judul kitab, saya kira cukup untuk mencari refrensi yang membahas masalah ini. Dan benar, saya menemukan puluhan bahkan ratusan kitab yang membahas masalah bidah. Saya pun membaca kitab-kitab itu. Pertama-tama saya baca kitab Al-Ibda’ Fi Kamalisy Syar’I Wa khothoril Ibda’ yang ditulis oleh Syekh Utsaimin. Saya mulai membaca kitab itu dan pada halaman 13 mendapati kalimat berikut: قوله (كل بدعة ضلالة) كلية عامة شاملة مسورة بأقوى أدوات الشمول والعموم (كل) أفبعد هذه الكلية يصح أن نقسم البدعة إلي أقسام

Anggota Sujud

Dalam kitab safinah dijelaskan tentang tujuh anggota sujud yaitu ; dahi, telapak tangan, kedua lutut dan jari-jari kedua kaki yang dalam. Apakah seluruh telapak tangan yg menyentuh tempat sujud ataukah boleh sebagian saja?? Kalau memang seluruh telapak tangan yg menyentuh tempat sujud, bagaimana d en g an tangan y an g memakai CINCIN terutama cincin yg IKATAN bawahnya tebal seperti di plaster atau diberi ganjelan lainya hingga mencapai 5 mm ? Mohon di sertai ibrah dan refrensinya . Jawab: Membuka telapak tangan ketika sujud hukumnya sunnah , sehingga di makruhkan menutup kedua telapak tangan ketika sujud sekalipun hanya berupa cincin atau yang lainnya. ويسنّ كشف اليدين والرجلين أي في حق الرجل إذ المرأة يجب عليها ستر قدميها ، ويكره كشف كفيها كما يؤخذ من علة كشف الركبتين Artinya: Disunahkan membuka kedua tangan dan kaki bagi laki-laki. Dan bagi perempuan wajib menutupi kedua telapak kakinya. Di makruhkan membuka dua telapak tangan sebagaimana diambil dari alasan

Kepahlawanan Abu Bakar ash-Shiddiq Saat Hijrah

Bercerita tentang pribadi Abu Bakar ash-Shiddiq seolah-olah tiada kata yang bisa menutupnya serta tiada tinta pena yang tercelup yang mampu mengakhirinya. Ia bukanlah seorang nabi, namun sosoknya adalah profil manusia yang luar biasa. Pada dirinya tergabung sifat kelemah-lembutan serta ketegasan, kasih sayang serta keberanian, ketenangan serta cepat serta tepat dalam mengambil keputusan, rendah hati serta kewibawaan, serta toleran namun mampu menghancurkan musuh. Beliau adalah orang yang paling kuat keimanannya setelah para nabi serta rasul. John beliau juga adalah orang yang paling mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kecintaan serta kesetiaannya kepada Nabi sangat tampak pada saat ia menemani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berhijrah. Pada saat Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengizinkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hijrah, para sahabat pun bersegera menyambut seruan Allah serta Rasul-Nya untuk berhijrah. Mereka tinggalkan kampung halaman mereka

Kisah Pemuda Yang Gemar Mengadakan Peringatan Maulid Nabi

Dalam kitab Ianatut Tholibin dikisahkan seorang pemuda yang gemar mengadakan peringatan maulid nabi. Sebagai berikut: ) وَحُكِيَ) أَنَّهُ كَانَ فِيْ زَمَانِ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ هَارُوْنَ الرَّشِيْدِ شَابٌّ فِي الْبَصْرَةِ مُسْرِفٌ عَلَى نَفْسِهِ وَكَانَ أَهْلُ الْبَلَدِ يَنْظُرُوْنَ إِلَيْهِ بِعَيْنِ التَّحْقِيْرِ لِأَجْلِ أَفْعَالِهِ الْخَبِيْثَةِ غَيْرَ أَنَّهُ كَانَ إِذَا قَدِمَ شَهْرُ رَبِيْعِ الْأَوَّلِ غَسَلَ ثِيَابَهُ وَتَعَطَّرَ وَتَجَمَّلَ وَعَمِلَ وَلِيْمَةً وَاسْتَقْرَأَ فِيْهَا مَوْلِدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَدَامَ عَلَى هَذَا الْحَالِ زَمَانًا طَوِيْلًا ثُمَّ لَمَّا مَاتَ سَمِعَ أَهْلُ الْبَلَدِ هَاتِفًا يَقُوْلُ اُحْضُرُوْا يَا أَهْلَ الْبَصْرَةِ وَاشْهَدُوْا جَنَازَةَ وَلِيٍّ مِنْ أَوْلِيَاءِ اللهِ فَإِنَّهُ عَزِيْزٌ عِنْدِيْ فَحَضَرَ أَهْلُ الْبَلَدِ جَنَازَتَهُ وَدَفَنُوْهُ فَرَأَوْهُ فِي الْمَنَامِ وَهُوَ يَرْفُلُ فِيْ حُلَلِ سُنْدُسٍ وَاِسْتَبْرَقٍ فَقِيْلَ لَهُ بِمَ نِلْتَ هَذِهِ الْفَضِيْلَةَ قَالَ بِتَعْظِيْمِ مَوْلِدِ النَّبِيِّ

Pendapat Mu’tamad Madzhab Syafii

Beberapa waktu lalu ada temen FB yang meminta saya untuk menulis runtutan pendapat yang mu’tamad dalam madzhab syafii.   Demi memenuhi permintaan itu maka dalam kesempatan ini saya akan menukil penjelasan dalam kitab I’anathut Tholibin sebagaiberikut: أن المعتمد في المذهب للحكم والفتوى ما اتفق عليه الشيخان، فما جزم به النووي فالرافعي فما رجحه الاكثر فالاعلم والاورع Artinya: sesungguhnya yang dijadikan pedoman dalam madzhab (Syafi’i-red) ketika menentukan suatu hukum dan fatwa adalah (1) yang disepakati oleh Imam Nawawi dan Imam Rofi’i, (2) yang ditetapkan oleh Imam Nawawi, (3) yang ditetapkan oleh imam Rofi’i (4) yang diunggulkan oleh mayoritas ulama, (5) yang paling alim, (6) oleh orang-orang yang paling wara’. (I’anathut Tholibin1/27) Jika Runtutan Pendapat Mu’tamad Madzhab Syafii maka selanjutnya lahir  pertanyaan kitab apakah yang bisa dijadikan sebagai pedoman berfatwa? Kitab yang bisa dijadikan sebagai pedoman adalah kitab karya Ibn hajar, Imam Romli, Imam Rofii,

Hukum Membaca Doa Kunut

Permasalah Hukum Membaca Doa Kunut Mayoritas masyarakat muslim Indonesia saat sholat subuh selalu membaca doa kunut setelah i’tidal. Sementara itu ada sebagian umat islam yang tidak melakukannya. Fenomena ini tentu melahirkan pertanyaan, bagaimana hukum kunut yang sebenarnya? Jawab: Seluruh ulama sepakat atas di syariatkannya kunut. Hanya saja mereka berbeda pendapat dalam menentukan tempat dan waktunya. Madzhab Maliki dan Madzhab Syafii berpendapat bahwa kunut dilakukan dalam sholat subuh. Tetapi mereka berbeda pendapat dalam menentukan tempatnya. Menurut madzhab Maliki, tempat kunut adalah sebelum ruku’. Sedangkan menurut madzhab Syafi’i, tempat kunut adalah sebelum sujud. Madzhab Hanafi dan madzhab Hanbali berpendapat bahwa kunut itu dilakukan dalam sholat witir. Tetapi mereka berbeda pendapat dalam menentukan tempatnya. Menurut madzhab Hanafi tempat kunut adalah sebelum ruku’. Sedangkan menurut madzhab hanbali tempat kunut adalah sebelum sujud. {Kitabul Fiqih

Mengirim Pahala Bacaan Quran

Dalam hayalan member Wahhabi, pahala bacaan qur’an yang dikirimkan kepada mayyit tidak sampai. Mereka menganggap hal tersebut adalah amalan bid’ah dholalah. Berulang kali kita katakan kepada mereka bahwa ini merupakan masalah khilafiyah sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibn Taimiyah dalam kitab Fatawinya. Artinya, ada yang melarang dan ada yang memperbolehkan.  Dalam kitab Al-Masail Wal Ajwabah 1/132 dijelaskan sebagai berikut: وأما السؤال عن القرآن إذا قرأه الأحياء للأموات فأهدوه إليهم هل يصل   ثوابه سواء كان بعيدًا أو قريبًا؟ الجواب: إن العبادات المالية كالصدقة تصل إلى الميت باتفاق الأئمة؛ لأنه تدخلها النيابة بالاتفاق، وأما العبادات البدنية كالصلاة والصيام والقراءة ففيها قولان للعلماء:   أحدهما: يصل ثوابها للميت، وهذا مذهب أحمد بن حنبل وأصحابه، وهو الذي ذكره الحنفية مذهبًا لأبي حنيفة، واختاره طائفة من أصحاب مالك والشافعي، وقد ثبت في الصحيح عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال: «من مات وعليه صيام صام عنه وليه» فجعل الصيام يقبل النيابة.   ومنهم من قال: إنه لا يصل، وهو المشهو