Skip to main content

Ternyata Ulama Wahhabi Ramai-Ramai Membagi Bid'ah

"Rosul berkata: 'Setiap bid'ah adalah sesat'. Maka setiap orang yang membagi bid'ah berarti dia menentang Rosul", begitu kata wahhabi. Meski demikian, namun ternyata wahhabi tidak konsisten. Ternyata Ulama Wahhabi Ramai-Ramai Membagi Bid'ah.

Setidaknya ada tiga ulama Wahhabi yang membagi bid'ah, Yaitu : Syekh Ibnu Taimiyah, Syekh Sholih Bin Abdul Aziz dan Syekh Utsaimin. Masing-masing ulama wahhabi itu membagi bid'ah menjadi dua. Hanya saja namanya yang berbeda. 

Syekh Ibn Taimiyah membagi bid'ah menjadi bid'ah dholalah dan bid'ah hasanah. Syekh Sholih Bin Abdul Aziz membagi bid'ah menjadi bid'ah asliyah dan bid'ah idhofiyah. Syekh Utsaimin membagi bid'ah menjadi bid'ah agama dan bid'ah dunia. 

Syekh Ibn Taimiyah Membagi Bid'ah


Memang Ibn Taimiyah tidak secara langsung membagi bid'ah. Namun ia menyetujui pembagian bid'ah yang dilakukan oleh Imam Syafi'i. Itu artinya, menurut Syekh Ibn Taimiyah, bid'ah boleh dibagi. 

Dalam kitab Majmu' Fatawa 20/163, sang Syekh berkata:

Ternyata Ulama Wahhabi Ramai-Ramai Membagi Bid'ah


Artinya: Dari sini dapat diketahui kesesatan orang yang membuat jalan atau aqidah yang menganggap bahwa Iman tidak sempurna kecuali dengan jalan atau aqidah tersebut, bersamaan dengan itu ia mengetahui bahwa Rosul tidak menyebutkannya dan sesuatu yang bertentangan dengan nash, maka semua itu adalah bid'ah sesuai kesepakatan umat islam. Sedangkan bid'ah yang tidak diketahui bertentangan dengan nas, maka sesungguhnya terkadang ia tidak disebut bid'ah.

Imam Syafii berkata: Bid'ah ada dua. (Pertama), bid'ah yang bertentangan dengan kitab, sunah, ijma' dan asar dari sebagian sahabat nabi, maka ini adalah bid'ah yang sesat. (Kedua), bid'ah yang tidak bertentangan dengan empat hal tersebut, maka bid'ah ini terkadang baik. 

Syekh Utsaimin Membagi Bid'ah


Sekalipun dalam kitab Al-Ibda' Fi Kamalisy Syar'i, sang syekh melarang pembagian bid'ah, ternyata ulama wahhabi ini dalam kitab lain ikut membagi bid'ah. 

Dalam kitab Majmu' Fatawa Wa Rosa'il 8/333 (Fersi Maktabah Syamilah 59 G), Syekh Utsaimin berkata: 

Ternyata Ulama Wahhabi Ramai-Ramai Membagi Bid'ah

Artinya: Hukum asal dalam urusan dunia adalah halal. Maka hal baru dalam urusan dunia (bid'ah dunia-red) itu halal kecuali ada dalil yang menunjukan keharamannya. 

Tetapi hukum asal urusan agama adalah haram. Maka hal baru dalam urusan agama (bid'ah agama-red) adalah haram dan bid'ah kecuali ada dalil dari kitab dan sunah yang menunjukan di syariatkannya bid'ah tersebut. 

Perhatikan teks yang diberi stabilo merah. Teks ini menunjukan bahwa Syekh Utsaimin membagi bid'ah menjadi dua; bid'ah dunia dan bid'ah agama.

Ada yang menggelitik saya dari pernyataan sang syekh, dimana sang syekh memberi adat istitsna' dalam setiap pembagian bid'ah sebagaimana yang telah saya beri stabilo berwarna hijau.

Perhatikan teks yang diberi stabilo hijau tepatnya setelah huruf istitsna' (illa). Teks ini menunjukan bahwa baik bid'ah dunia maupun bid'ah agama, masing-masing dibagi menjadi dua. 

Mengapa? sebab antara mustatsna dan mustasna' minhu adalah dua hal yang berbeda. 

Jadi bid'ah dunia ada dua yaitu yang halal dan yang haram. Bid'ah dunia itu halal tapi jika ada dalil yang mengharamkannya maka hukumnya haram. Bid'ah agama juga ada dua; haram dan halal. Bid'ah agama haram. Tapi jika ada dalil yang menunjukannya maka hukumnya halal. 

Syekh Sholih Bin Abdul Aziz Alu Syekh Membagi bid'ah


Di sini kita akan disuguhi fakta yang begitu mengejutkan karena dengan jelas Syekh Sholih Bin Abdul Aziz Alu Syekh Membagi bid'ah menjadi dua; bid'ah asliyah dan bid'ah idhofiyah. Dalam kitab As-Sunnah Wal Bid'ah hlm 7, sang syekh berkata:

Ternyata Ulama Wahhabi Ramai-Ramai Membagi Bid'ah


Artinya:  “Dengan begitu maka kita simpulkan bahwa bid’ah terbagi menjadi dua macam. (Pertama), Bid’ah Asliyah, yaitu hal baru dilihat dari segi asal dan sifat. (Kedua) Bid’ah Idhofiyah yaitu asalnya disyariatkan, tetapi cara/bentuknya adalah hal baru. 

Seperti membaca sholawat atas Nabi setelah selesai azan. Contoh lainnya adalah berkumpul untuk berzikir dengan sifat tertentu. Contoh-contoh ini pada asalnya disyariatkan. Sebab membaca sholawat atas nabi merupakan perintah al-quran dan hadits. Tetapi cara pelaksanaanya adalah merupakan hasil ciptaan. 

Maka Bid’ah ini disebut sebagai bid’ah idhofiyah, bukan bid’ah asliyah sebab pada asalnya ia disyariatkan. Tetapi bid’ah tersebut hanya merupakan idhofiyah, yakni bid’ah dilihat dari segi cara pelaksanaannya bukan dilihat dari segi asalnya. Ini adalah merupakan ibadah yang bid’ah tetapi pada asalnya ia disyariatkan.”

Ustad Abu Hudzaifah, Lc Membagi Bid'ah


Ustad Abu Hudzaifah, Lc dalam salah satu web milik wahhabi, ternyata juga membagi bid'ah. Setelah ia menolak pembagian bid'ah, dengan tanpa malu sang ustad menulis artikel berjudul Ini Dalilnya (8) : Pembagian bid'ah yang tepat. 

Ternyata Ulama Wahhabi Ramai-Ramai Membagi Bid'ah


Dengan tanpa malu sang ustad menukil pembagian bid'ah fersi Imam Syatibi bahwa bid'ah terbagi menjadi dua: Bid'ah Haqiqiyah dan Bid'ah Idhofiyah. 

Tidak hanya menukil, sang ustad yang tak tau malu ini juga membuat pembagian bid'ah sendiri yaitu bid'ah mukaffiroh dan bid'ah ghoiru Mukaffiroh. 

Melihat fakta yang mengejutkan ini, saya bertanya-tanya, buat apa wahhabi melarang pembagian bid'ah jika Ternyata Ulama Wahhabi Ramai-Ramai Membagi Bid'ah

Comments

  1. pada akhirnya mereka sampai pada pemahaman aswaja yang memang sudah lebih dulu memahami itu...syukron ustadz:)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama-sama. Saya juga berTerimakasih atas kunjungannya. Semoga ini bermanfaat. :)

      Delete
  2. Super sekali. Izin share, ustd...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Silahkan :D

      Terimakasih atas kunjungnnya. Semoga bermanfaat. Mohon saran dan kritik.

      Delete
  3. ustad izin share atas artikel2 ustadz

    ReplyDelete
  4. ustad izin share atas artikel2 ustadz

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Nabi Muhammad Mempersaudarakan Muhajir dan Anshor

Persaudaraan  Muhajir dan Anshor Madinah yang saat itu bernama Yatsrib merupakan fase  baru  dalam hidup Nabi Muhammad . Di sini dimulainya suatu fase politik yang telah diperlihatkan oleh Muhammad dengan segala kecakapan, kemampuan dan pengalamannya, yang akan membuat orang jadi termangu, lalu menundukkan  kepala  sebagai  tanda  hormat  dan  rasa  kagum. Tujuannya yang pokok akan mencapai Yathrib - tanah airnya yang baru - ialah meletakkan dasar kesatuan politik dan organisasi, yang  sebelum  itu  di  seluruh  wilayah  Hijaz belum dikenal; sungguhpun jauh sebelumnya di Yaman memang sudah pernah ada. Sekarang Nabi Muhammad bermusyawarah dengan kedua wazirnya  Abu  Bakr dan  Umar  -  demikianlah  mereka dinamakan. Dengan sendirinya yang menjadi pokok pikirannya yang  mula-mula  ialah  menyusun barisan  kaum Muslimin serta mempererat persatuan mereka, guna menghilangkan segala  bayangan  yang  akan  membangkitkan  api permusuhan  lama di kalangan mereka itu. Strategi Nab

Melaksanakan Sholat Jum'at Di Jalan Raya, Bagaimana hukumnya?

Persoalan Melaksanakan Sholat Jum'at Di Jalan Raya, saat ini banyak dibicarakan di medsos. Mereka mencoba menjawab pertanyaan Bagaimana hukumnya? Ilustrasi Jawaban Tidak ada yang mensyaratkan sholat jum'at harus di dalam masjid selain madzhab Maliki. Madzhab Syafii yang diikuti oleh mayoritas warga Indonesia, tidak melarang sholat jum'at di luar masjid. Itu artinya, sholat jum'at di jalan raya tetap sah. Berikut ta'bir dalam kitab-kitab madzhab syafii: قال في حاشية الشرواني على تحفة المنهج قول المتن في خطة أبنية...... الخ اي وان لم تكن في مسجد. اھ وقال في مغني المحتاج على المنهاج ص ٤١٧ جز اول في قول المتن( أن تقام في خطة أبنية أوطان المجمّعين) اي وان لم تكن في مسجد. اھ وقال في شرح المحلي على المنهاج ص ٢٧٢ جز اول   في قول المتن ( أن تقام في خطّة أبنية أوطان المجمّعين) لأنها لم تقم في عصر النّبيّ صلى اللّه عليه وسلّم والخلفاء الراشدين إلاّ في مواضع الإقامة كما هو معلوم وهي ما ذكر سواء فيه المسجد والدّار والفضاء ..اھ قال

Tafsir Surat An-Nisa : 47 Tentang Hari Sabtu

Tafsir Surat An-Nisa : 47 Tentang Hari Sabtu , - Dalam al-quran, diahir surat anisa’ ayat 47 terdapat kalimat (yang artinya) “atau kami laknat mereka sebagaimana kami melaknat orang-orang (yang berbuat maksiat) pada hari sabtu...” Di sana terdapat kalimat hari sabtu dan tentunya ini melahirkan pertanyaan tentang hari sabtu dan itulah yang ditanyakan oleh member grup Fiqih Madzhab Syafi’i yang saya dirikan di facebook. Berikut pertanyaan tentang Tafsir Surat An-Nisa Ayat 47 Tentang Hari Sabtu. Alam Poetra Losariez السلا م عليكم .... Mohon penjelasan para alim,ustadz,ustadzah . Dalam surat an_nisa ayat 47 (d terakhir surat )yangg ber bunyi : ٠٠٠٠اونلعنهم كما لعنا اصحب السبت وكان امرالله مفعولا(٤٧) “... ataw kami laknat mereka sebagaimana kami melaknat orang-orang(yang berbuat maksiat) pada hari sabat(sabtu).dan ketetapan bagi allah pasti berlaku(Q,S an_nisa ayat 47) Pertanyaannya ... : ada apa dengan hari sabtu ? apakah hari sabtu hari yang d istimewakan a