Kebanyakan
buruh tani di musim tanam jagung mengambil bibit dari malikul ardl (pemilik
tanah) dalam satu hektarnya satu blek jagung kurping dengan syarat bilamana
berhasil tanamnya, buruh tersebut harus mengembalikan jagung kulitan seribu
biji kepada malikul ardl sebelum dibagi hasil. Kemudian barulah dibagi hasil
antara buruh dan malik, seribu biji itu bila dikurping akan lebih baik daripada
satu blek tadi. Apakah aqad tersebut boleh atau tidak?
Jawaban
Akad tersebut
adalah aqad yang fasid. Kemudian aqad seperti itu agar bisa menjadi muamalah
shohihah hendaknya dilaksanakan sebagai berikut;
Dilaksanakan
perjanjian pembagian hasil antara malik dengan amil, di mana bibit dari malik.
Sedangkan pembagian hasilnya dilakukan ala juz'il ma'lum (bagian pasti) dengan
memperhitungkan biaya yang dikeluarkan oleh malik, baik itu untuk bibit maupun
untuk lain-lain, sehingga dengan demikian aqad tersebut menjadi aqad muzaro'ah
shohihah.
Dasar
Pengambilan
Fathu Al-Qorib:
38
(واذا
دفع) شخص ( الى رجل أرضا ليزعها وشرط له جزأ معلوما من ريعها لم يجز) ذلك لكن
النواوى تبعا لابن المنذر اختار جواز المخابرة وكذا المزارعة وهي عمل العامل فى
الارض ببعض مايخرج منها والبذر من المالك.
Artinya: “Ketika
seseorang memberikan tanah kepada orang lain agar ia mengolah (menanaminya) dan
pemberi menjanjikan bagian yang pasti (jelas) dari hasilnya maka itu tidak
boleh. Namun Imam An Nawawi mengikuti Imam Ibnu Mundzir memilih hukum boleh
(jawaz) terhadap mukhobaroh dan muzaro'ah. Muzaro'ah adalah seseorang menggarap
tanah dengan bagi hasil dari perolehan (panen) sedangkan benih dari pemilik
tanah, mukhobaroh yaitu sama dengan muzaro'ah tetapi benih dari penggarap
tanah.”
Comments
Post a Comment