Skip to main content

Pengertian Bid'ah, Dalil Dan Cara Memahami Hadits Kullu Bid'ah Yang Benar

Artikel yang akan anda baca memuat beberapa sub judul, di antaranya Pengertian Bid'ah, Dalil Dan Cara Memahami Hadits Kullu Bid'ah Yang Benar.

Saya tegaskan bahwa permasalahan terkait masalah bid'ah tidak terletak pada derajat Hadits Kullu Bid'ah dholala, tetapi permasalahannya adalah bagaimana Memahami Hadits tersebut. 

Sebab semua pihak sepakat atas keshohihan hadits tersebut. Tetapi mereka berbeda pendapat terkait apakah bid'ah boleh dibagi ataukah tidak? 

Setelah melakukan kajian secara mendalam dengan tempo yang tidak sebentar, saya menemukan adanya kesalah pahaman wahhabi terhadap konsep pembagian bid'ah. Mereka mengira bahwa pembagian bid'ah dilakukan terhadap bid'ah secara syar'i.

Kesalahpahaman ini lahir dari kesalahan mereka sendiri dalam menilai suatu amalan apakah bisa disebut bid'ah dholalah ataukah tidak? 

Ini dapat kita lihat dari pertanyaan mereka ketika mempersoalkan suatu amalan. Mereka selalu bertanya, apakah ada contoh dari Nabi?

Amalan apa saja yang tidak ada contoh sebelumnya, langsung cap sebagai perbuatan bid'ah yang sesat. 

Karenanya, wahhabi begitu mengagungkan kaidah 'Lau Kana Khoiron Lasabaquna Mina'. Apabila (perbuatan ini) baik, niscaya mereka (Ulama salaf) mendahului kita. 

Ada yang menarik dari kaidah bid'ah wahhabi tersebut. Bagaimana tidak? Jika kaidah 'Lau Kana Khoiron Lasabaquna Mina' diterapkan pada setiap perbuatan, maka ada banyak sekali amalan sesat yang dilakukan oleh wahhabi. 

Dan ternyata, ketika mereka melakukan amalan yang tidak ada contoh sebelumnya, maka bersamaan dengan itu, kaidah yang mereka banggakan tidak digunakan. Ini sangat menarik. 

Mengapa? 

Sebab dalam menilai amalan yang sama-sama tidak ada contoh sebelumnya, wahhabi memberlakukan standar ganda. 

Jika orang lain yang melakukan, mereka mengagungkan kaidah lau kana khoiron. Namun jika wahhabi yang mengamalkan, maka seketika kaidah tersebut tidak dipakai dan dicampakan begitu saja.

Saya ingin mengajak anda mengkaji masalah ini. Saya sangat berharap jika anda adalah orang yang ingin mendapatkan kebenaran sehingga anda lebih mengedepankan objektifitas ketimbang subjektifitas untuk mempertahankan fanatisme tingkat tinggi demi membela kesalahpahaman dalam Memahami Hadits Kullu Bid'ah.

Pengertian Bid'ah, Dalil Dan Cara Memahami Hadits Kullu Bid'ah Yang Benar


Hadits Kullu Bid'ah Dholalah


Kesohihan hadits Kullu Bid'ah Dholalah tidak diragukan lagi. Semua sepakat atas hal itu. Adapun teks arabnya adalah sebagai berikut:

فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ 

Artinya: “Sesungguhnya sebaik-baik hadits adalah kitabulloh dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad sedangkan seburuk-buruk urusan adalah hal baru dan setiap bid’ah adalah sesat.” 

Refrensi: Shohih Muslim 3/11 (2041), Sunan Kabir 3/206 (5963), Jami’ul Ushul Fi Ahaditsir Rosul 5/679 (3974), Kanzul Umal 1/173 (874), Faidhul Qodir Lil Manawi 1/307 dan lain-lain. 

Perkataan Sahabat Nabi Terkait Bid'ah

Ibnu Umar RA berkata:

كل بدعة ضلالة وإن رآها الناس حسنة

Artinya: “Setiap bid’ah adalah sesat sekalipun manusia melihatnya bagus.”

Ibnu Mas’ud berkata:

اتبعوا ولا تبتدعوا فقد كفيتم وكل بدعة ضلاله

Artinya: “Ikutilah dan jangan membuat bid’ah maka kalian akan tercukupi. Dan setiap bid’ah adalah sesat.” 

Pengertian Bid'ah


Dari sekian banyaknya pengertian bid'ah saya menyimpulkan bahwa pengertian bid'ah yang diberikan ulama -meskipun ungkapan yang digunakan berbeda- namun memiliki kesamaan makna. 

Meski demikian saya akan menukil pengertian bid'ah dari ulama ahlu sunah waljamaah dan ulama wahhabi. Sebab saya mengajak anda untuk sama-sama mengkaji masalah bid'ah. 

Dengan menukil pengertian bid'ah yang diberikan oleh dua kelompok yang bertentangan, akan mempermudah kita dalam memahami Hadits Kullu Bid'ah. Dari dari sini kita akan menemukan kesalah pahaman terkait konsep pembagian bid'ah.

Perngertian Bid'ah Menurut Ulama Ahlus Sunah Waljama'ah


Saya telah membaca kitab-kitab ulama ahlu sunah waljama'ah yang membahas hadits kullu bid'ah. 

Saya menyimpulkan bahwa pengertian bid'ah baik secara bahasa maupun istilah yang diberikan oleh ulama ahlu sunah memiliki makna yang sama antara satu dan yang lainnya meskipun cara pengungkpannya berbeda.

Oleh karena itu, dalam artikel ini saya akan menukil pengertian bid'ah yang diajukan oleh Syekh Isa Bin Abdillah Bin Muhammad bin Mani dalam kitab Al-Bid'ah Hasanah Aslun Min Ushulit Tasyri. 

Saya sengaja tidak menyertakan halamannya supaya tidak terjadi kesalah pahaman sebab antara percetakan satu dan yang lainnya terkadang berbeda dalam menempatkan suatu pembahasan. 

Dan bagi anda yang ingin memastikan kejujuran saya dalam menukil, saya persilahkan anda untuk merujuknya. 

Jika anda memiliki kitab tersebut, maka anda akan menemukan pengertian bid'ah sebagai berikut:

Bid'ah secara bahasa  

قال أبو البقاء في الكليات : البدعة هي عملُ عَمَلٍ على غير مثال سبق

Artinya: Abul Baqo dalam kitab al-kuliyat berkata, Bid'ah adalah melakukan perbuatan yang tidak memiliki contoh sebelumnya. 

Bid'ah secara istilah


Dalam memahami pengertian bid'ah secara istilah (syar'i), Syekh Isa Bin Abdillah Bin Muhammad bin Mani menukil dari 14 ulama di antaranya adalah Imam Syafi'i. 

Di sini saya akan menukil penjelasan Imam Syafi'i sebab kita semua sepakat bahwa beliau adalah ulama ahlu sunah wal jama'ah yang memiliki gelas nasirus sunah (penolong sunah).

قال الشافعي: المحدثات من الأمور ضربان:
أحدهما: ما أحدث يخالف كتاباً، أو سنة، أو أثراً، أو إجماعاً. فهذه البدعة الضلالة.
والثانية: ما أحدث من الخير لا خلاف فيه لواحد من هذا، وهذه محدثة غير مذمومة.

Imam Syafi'i berkata: Perkara baru (baca: bid'ah) ada dua; 

Pertama, hal baru yang bertentangan dengan kitab (baca: alquran) atau sunah, atau atsar atau ijma. Ini adalah bid'ah dholalah. Ke-dua, hal baru dari kebaikan yang tidak bertentangan dengan salah satu dari ini (baca: alquran atau sunah, atau atsar atau ijma)

Dari penjelasan tersebut kita simpulkan bahwa bid'ah secara istilah menurut Imam Syafi'i adalah hal baru yang bertentangan dengan kitab (baca: alquran) atau sunah, atau atsar atau ijma.

Perngertian Bid'ah Menurut Ulama Wahhabi


Saya telah membaca kitab-kitab ulama wahhabi yang membahas masalah bid'ah. Saya menyimpulkan bahwa pengertian bid'ah baik secara bahasa maupun istilah yang diberikan oleh ulama wahhabi memiliki makna yang sama antara satu dan yang lainnya meskipun cara pengungkpannya yang berbeda.

Oleh karena itu, dalam artikel ini saya akan menukil pengertian bid'ah yang diajukan oleh Syekh Muhammad Husain Al-Jizani dalam kitab Qowa'id Ma'rifatil Bida'. 

Saya sengaja tidak menyertakan halamannya supaya tidak terjadi kesalah pahaman sebab antara percetakan satu dan yang lainnya terkadang berbeda dalam menempatkan suatu pembahasan. 

Dan bagi anda yang ingin memastikan kejujuran saya dalam menukil, saya persilahkan anda untuk membuka kitab Qowa'id Ma'rifatil Bida' karya Syekh Muhammad Husain Al-Jizani. 

Jika anda memiliki kitab tersebut, maka anda akan menemukan pengertian bid'ah sebagai berikut:

Bid'ah Secara Bahasa  


الشيء المخترع على غير مثال سابق

Artinya: Sesuatu yang diciptakan tanpa contoh sebelumnya.

Bid'ah Secara Istilah (Syar'i)


ما أُحدث في دين الله ، وليس له أصل عام ولا خاص يدل عليه

Artinya: Hal baru dalam agama Alloh yang tidak memiliki asal (baca: dalil) yang bersifat umum dan tidak pula yang husus yang menunjukan hal tersebut.

Memahami Pengertian Bid'ah 


Dengan melihat penjelasan di atas, kita tahu bahwa mereka sepakat atas pengertian bid'ah secara bahasa yaitu hal baru yang tidak memiliki contoh sebelumnya.

Sedangkan pengertian bid'ah secara istilah (baca: syar'i) terlihat adanya perbedaan ungkapan namun memiliki makna yang sama. 

Perbedaan ungkapan yang terjadi bisa kita gabungkan menjadi satu tanpa merubah makna yang dimaksud masing-masing kalimat.

Bahwasannya setiap amalan yang tidak dilakukan oleh Nabi atau tidak dicontohkan oleh nabi yang mana amalan tersebut tidak memiliki dalil husus maupun umum serta ada dalil larangan dari alquran atau sunah, atau atsar atau ijma, maka amalan tersebut termasuk bid'ah dholalah.

Mafhum Mukholafah (sebaliknyanya), jika ada amalan yang tidak dilakukan oleh Nabi atau tidak dicontohkan oleh nabi yang mana amalan tersebut memiliki dalil husus maupun umum serta sejalan dengan alquran atau sunah, atau atsar atau ijma, maka amalan tersebut tidak termasuk bid'ah dholalah yang dibicarakan dalam hadits kullu bid'ah dholalah.

Memahami Konsep Pembagian Bid'ah


Semua sepakat bahwa bid'ah dilihat dari pengertian secara istilah atau syar'i -semua- secara keseluruhan adalah dholalah (baca: sesat).

Namun bagaimana dengan bid'ah dilihat dari pengertian secara bahasa atau lughowi?

Di sinilah ahlu sunah wal jama'ah mulai melakukan penelitian dengan melihat fakta sejarah serta fenomena yang ada saat ini. 

Catatan sejarah dan realita yang sekarang menunjukan adanya beberapa amalan yang tidak pernah dilakukan atau dicontohkan oleh Nabi, tetapi amalan tersebut berada dalam naungan keumuman suatu dalil serta tidak ada dalil larangan terhadap amalan tersebut sebagaimana yang akan saya tuliskan dalam sub judul berikutnya, insya Alloh.

Apakah amalan tersebut akan anda sebut sebagai amalan yang sesat? 

Sedangkan anda tahu bahwa bid'ah yang sesat itu adalah Hal baru dalam agama Alloh yang tidak memiliki asal (baca: dalil) yang bersifat umum dan tidak pula yang husus yang menunjukan hal tersebut.

Dari sinilah ahlu sunah waljama'ah mengklarifikasi bid'ah. Bahwa hal baru ada dua. Pertama, sejalan dengan nas. Kedua, bertentangan dengan nas.

Maksud {sejalan dengan nas} adalah hal baru tersebut berada dalam keumuman suatu dalil dan tidak ada dalil larangan terhadapnya.

Maksud {bertentangan dengan nas} adalah hal baru tersebut  tidak memiliki asal (baca: dalil) yang bersifat umum atau terdapat dalil larangannya.

Hal baru yang sejalan dengan nas mereka sebut sebagai bid'ah hasanah. Sedangkan hal baru yang bertentangan dengan nas disebut bid'ah sayyiah. 

Jadi bid'ah yang dibagi oleh ahlu sunah waljama'ah adalah bid'ah dilihat dari segi bahasa sebagaimana yang dikatakan oleh Sayyid Muhammad Bin Alawi Al-Maliki. 

Dalam kitab Minhajus Salaf Fi Fahmin Nushsush Bainan Nazhriyah Watathbiq beliau menukil penjelasan ulama ahlu sunah waljamaah kemudian beliau membuat kesimpulan bahwa pembagian bid’ah menjadi bid’ah hasanah dan bid’ah sayyiah adalah pembagian secara lughowi. 

Pada halam 352 beliau berkata:

وبهذا البيان يظهر لنا أن تقسيم البدعة والمحدث إلى حسن وسيئ هو تقسيم لهما بإلإطلاق اللغوي لا شرعي

Artinya: “Dengan penjelasan ini jelas bagi kami bahwa pembagian bid’ah dan hal baru menjadi hasan dan sayyi’ adalah merupakan pembagian secara lughowi. Bukan secara syari”

Inilah Konsep Pembagian Bid'ah. Konsep ini sejalan dengan perkataan Imam Syafi'i dan para ulama ahlu sunah lainnya. 

Imam Syafi'i berkata: Perkara baru (baca: bid'ah) ada dua; Pertama, hal baru yang bertentangan dengan kitab (baca: alquran) atau sunah, atau atsar atau ijma. Ini adalah bid'ah dholalah. Ke-dua, hal baru dari kebaikan yang tidak bertentangan dengan salah satu dari ini (baca: alquran atau sunah, atau atsar atau ijma)

Perkataan Imam Syafi'i tersebut di setujui oleh Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah; salah satu ulama panutan wahhabi. Dalam kitab Majmu' Fatawa 20/163, sang Syekh berkata:

Dari sini dapat diketahui kesesatan orang yang membuat jalan atau aqidah yang menganggap bahwa Iman tidak sempurna kecuali dengan jalan atau aqidah tersebut, bersamaan dengan itu ia mengetahui bahwa Rosul tidak menyebutkannya dan sesuatu yang bertentangan dengan nash, maka semua itu adalah bid'ah sesuai kesepakatan umat islam. Sedangkan bid'ah yang tidak diketahui bertentangan dengan nas, maka sesungguhnya terkadang ia tidak disebut bid'ah.

Mungkin anda akan bertanya; jika bid'ah dapat dibagi menjadi dua -bid'ah hasanah dan sayyi'ah- lalu apa standar untuk membedakan keduanya?

Sebenarnya pertanyaan tersebut sangat lucu untuk diajukan. Sebab dengan membaca konsep pembagian bid'ah, standar baik dan buruknya suatu bid'ah sudah dapat langsung dipahami. 

Namun untuk menjawab pertanyaan lucu itu saya katakan bahwa standarnya adalah nas, baik al-quran maupun hadits. 

Bid'ah yang sejalan dengan al-quran atau hadits maka termasuk bid'ah hasanah. Sedangkan yang bertentangan disebut bid'ah sayyiah atau dholalah.

Contoh Bid'ah Yang Sejalan Dengan Nas (baca : bid'ah hasanah)


Dalam sub judul ini, kita akan melihat fakta sejarah yang menunjukan adanya  Bid'ah Yang Sejalan Dengan Nas (baca : bid'ah hasanah).

Pembukuan Al qur'an dalam satu mushaf. 


Bid'ah ini terjadi di jaman Abu Bakar Ra. Hal baru yang merupakan ide Umar Ra tersebut pada awalnya ditolak oleh Abu Bakar. Alasannya karena Rosul tidak melakukan atau tidak memberikan contoh seperti itu. 

Namun Umar Ra meyakinkah Abu Bakar bahwa hal baru itu baik. Dan ahirnya setelah melakukan perenungan, Abu Bakar menyetujui ide Umar Ra. 

Mengapa bid'ah ini disebut baik?

Sebab sejalan dengan hadits serta tidak ada dalil larangannya. 

Ini adalah fakta sejarah bahwa hal baru yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi tidak semuanya sesat. Ada bid'ah (hal baru) yang hasanah (baik)

Sholat Tarowih Berjama'ah Sebulan Penuh


Bid'ah ini terjadi di jaman Umar Ra. Hal baru yang merupakan ide Umar Ra disebut sebagai sebaik-baik bid'ah. 

Mengapa disebut bid'ah? 

Sebab nabi tidak pernah melakukan sholat tarowih berjama'ah selama satu bulan penuh. Sholat tarowih berjama'ah yang dilakukan oleh Nabi hanya dilakukan beberapa hari. 

Mengapa disebut baik?

Sebab sejalan dengan hadits serta tidak ada dalil larangannya. 

Bid'ah lain yang terjadi di jaman Umar Ra adalah penentuan jumlah rokaat tarowih yaitu 20 rokaat. Jumlah ini tidak pernah diperintahkan oleh Nabi. Tidak ada satu haditspun yang menjelaskan bahwa Nabi sholat tarowih sebanyak 20 rokaat. 

Ini adalah fakta sejarah bahwa hal baru yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi tidak semuanya sesat. Ada bid'ah (hal baru) yang hasanah (baik)

Pemberian Harokat Pada Qur'an


Ini terjadi di jaman ulama salaf. Nabi dan Sahabat tidak pernah melakukan atau memberi contoh apalagi memerintahnya. Namun seluruh umat islam baik ulama maupun orang awam sepakat bahwa bid'ah Pemberian Harokat Pada Qur'an adalah hal baik. 

Mengapa disebut bid'ah? 

Sebab nabi tidak pernah memberi harokat pada al-quran. 

Mengapa disebut baik?

Sebab tidak ada dalil larangannya. 

Ini adalah fakta sejarah bahwa hal baru yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi tidak semuanya sesat. Ada bid'ah (hal baru) yang hasanah (baik)

Zakat Fitrah Menggunakan Beras


Ini adalah fenomena yang dapat kita lihat. Nabi dan sahabat tidak pernah mengeluarkan zakat fitrah menggunakan beras. Namun kita semua sepakat bahwa bid'ah zakat fitrah menggunakan beras adalah baik. 

Mengapa disebut bid'ah? 

Sebab nabi tidak pernah zakat fitrah menggunakan beras. 

Mengapa disebut baik?

Sebab sejalan dengan nas serta tidak ada dalil larangannya. 

Ini adalah realita bahwa hal baru yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi tidak semuanya sesat. Ada bid'ah (hal baru) yang hasanah (baik)


Menikahi Wanita Selain Bangsa Arab dan Qibty


Ini juga merupakan fenomena yang dapat kita lihat. Nabi tidak pernah menikahi wanita Selain Bangsa Arab dan Qibty. 

Saya tanya, apa suku istri anda? 

Jawakah? Sunda kah? Lampung kah? Cinakah? 

Apapun jawaban anda jika bukan Bangsa Arab atau Qibty berarti pernikahan anda bid'ah. Sebab Nabi tidak pernah menikahi wanita selain Bangsa Arab dan Qibty. 

Namun kita sepakat bahwa penikahan dengan wanita selain dua suku itu termasuk perbuatan baik. 

Ini adalah realita bahwa hal baru yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi tidak semuanya sesat. Ada bid'ah (hal baru) yang hasanah (baik)

Istilah Bid'ah Hasanah Dalam Kitab Fiqih 4 Madzhab


Saya telah membaca beberapa kitab fiqih 4 madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan hanbali). Saya temukan istilah bid’ah hasanah Dalam Kitab Fiqih 4 Madzhab kecuali dalam madzhab hanbali. Ini menunjukan bahwa 3 madzhab telah sepakat adanya bid’ah hasanah. 

Dalam madzhab Hanafi kurang lebih terdapat 7 istilah bid’ah hasanah yang tersebar dalam 4 kitab. Dalam kitab Hasyiyah Rodul Mukhtar, terdapat 3 istilah yaitu pada Juz 1 hlm 420, 421 dan 448. Dalam kitab Ad-Dur Al-Mukhtar terdapat 2 istilah, yaitu pada juz 1 hlm 420 dan Juz 5 Hlm. 705. Dalam kitab Al-Bahr Ar-Ro’iq terdapat 1 istilah, yaitu pada Juz 2 hlm 260. Dalam kitab Syarah Al-Wiqoyah terdapat 1 istilah yaitu pada Juz 1 hlm 245. 

Dalam madzhab Maliki kurang lebih terdapat 10 istilah bid’ah hasanah yang tersebar dalam 4 kitab. Dalam Kitab Mawahibul Jalil terdapat 5 istilah yaitu pada juz 2 hlm 82 dan 376, Juz 3 hlm 142, 144, Juz 4 hlm 113. Dalam kitab Al-Fawakih Ad-dawani terdapat 1 istilah yaitu pada juz 1 hlm 453. Dalam kitab An-Nawadir terdapat 2 istilah, yaitu pada juz 1 hlm 149 dan juz 8 hlm 64. Dalam kitab Hasyiyah Dasyuqi terdapat 1 istilah yaitu pada juz 1 hlm 389. 

Dalam madzhab Syafi’i kurang lebih terdapat 20 istilah bid’ah hasanah yang tersebar dalam 8 kitab. Dalam Kitab Al-Hawi Lil Fatawi terdapat 3 istilah, yaitu pada Juz 1 hlm. 187, 188 dan 335. Dalam kitab Tuhfatul Habib terdapat 4 istilah, yaitu pada Juz 1 hlm 166, Juz 2 hlm 420, 455, dan Juz 3 hlm 223. Dalam kitab Hasyiyah I’anah terdapat 1 istilah, yaitu pada Juz 2 hlm 86. 

Dalam kitab Hawasyi Asy-Syarwani terdapat 3 istilah yaitu pada juz 2 hlm 461, Juz 4 hlm 108, Juz 7 hlm 423. Dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin terdapat 1 istilah yaitu pada hlm 171. Dalam kitab Roudhotuth Tholibin terdapat 1 istilah yaitu pada Juz 1 hlm 92, 102 dan 107. Dalam kitab Hasyiyah Jamal terdapat 2 istilah, yaitu pada Juz 9 hlm 41 dan 42. Dalam kitab Busyro Karim terdapat 1 istilah yaitu pada hlm 396. 

Dalam Madzhab hanbali, saya tidak menemukan istilah bid’ah hasanah. Hanya saja mereka mengakui bahwa tidak semua bid’ah dholalah. Terbukti dalam kitab-kitab fiqih madzhab Hanbali, mereka sering mengatakan bid’ah makruhah. 

Sebagai contoh adalah sholat qodar yang dilaksanakan pada ahir malam sebanyak 100 rokaat. Menurut Syekh Badruddin Abi Abdillah Bin Muhammad Al-Hanbali sholat tersebut adalah bid’ah makruhah. (Mukhtashor Fatawa Al-Mishriyah Juz 1 hlm 81)

Contoh lainnya adalah masalah imam yang sholat dua kali dan menjadikan sholat yang kedua sebagai pengganti sholat fa’itah. Menurut Syekh Manshur Bin Yunus Al-hanbali, ini adalah bid’ah makruhah. (Kasyful Qina’ Juz 1 hlm 459)

Contoh lainnya adalah masalah mengeluarkan shodaqoh bersama janazah. Menurut Abul Hasan Ali Bin Muhammad Al-Hanbali ketika menukil kalam Ibn Taimiyah, ini adalah bid’ah makruhah. (Al-Ikhtiyarotil Fiqhiyah Juz 1 hlm 446). Keterangan senada juga tertera dalam kitab Iqna’ Fi Fiqhil Imam Ahmad Bin Hanbal Juz 1 hlm 237.)

Saya kira tiga contoh tersebut telah cukup membuktikan bahwa sekalipun dalam madzhab hanbali tidak ditemukan istilah bid’ah hasanah, namun mereka mengakui bahwa tidak semua bid’ah itu sesat. Tetapi ada juga bid’ah yang makruhah. 

Apakah Wahhabi masih nekat menolak pembagian bid'ah?

Ternyata wahabi plinplan. Mereka tidak konsekuwen. Mereka menyalahkan pembagian bid'ah tapi bersamaan dengan itu mereka membagi bid'ah. 

Setidaknya ada tiga ulama Wahhabi yang membagi bid'ah, Yaitu : Syekh Ibnu Taimiyah, Syekh Sholih Bin Abdul Aziz dan Syekh Utsaimin. Masing-masing ulama wahhabi itu membagi bid'ah menjadi dua. Hanya saja namanya berbeda. 

Syekh Ibn Taimiyah membagi bid'ah menjadi bid'ah dholalah dan bid'ah hasanah. Syekh Sholih Bin Abdul Aziz membagi bid'ah menjadi bid'ah asliyah dan bid'ah idhofiyah. Syekh Utsaimin membagi bid'ah menjadi bid'ah agama dan bid'ah dunia. 

Apakah Wahhabi masih nekat menolak pembagian bid'ah sekalipun mereka melakukan pembagian bid'ah?

Kesimpulan Memahami Hadits Kullu Bid'ah Yang Benar


Walhasil, kita sepakat bahwa derajat hadits Kullu Bid'ah dholalah adalah shohih; Kita sepakat atas pengertian bid'ah baik secara bahasa maupun istilah; Kita sepakat bahwa semua bid'ah dilihat dari pengertian istilah semuanya sesat.

Kita setuju bahwa sesuatu yang tidak dilakukan oleh nabi tidak semuanya sesat. Ada Bid'ah (hal baru) yang baik (hasanah) sebagaimana yang telah saya sebutkan di atas. 

Dalam kitab-kitab fiqih 4 madzhab Istilah bid'ah hasanah terdapat kecuali madzhab hanbali. Meski demikian mereka setuju terhadap pembagian bid'ah. Buktinya, dalam kitab mereka terdapat istilah bid'ah makruhah (baca: bid'ah yang hukumnya makruh).

Sakalipun wahhabi menolak pembagian bid'ah dan menyebut pembagian ini sebagai tindakan menentang Nabi, namun ternyata mereka melakukan pembagian bid'ah Sebagaimana yang saya tulis dalam artikel Ternyata Ulama Wahhabi Ramai-Ramai Membagi Bid'ah.

Maka katakan kepada saya, apakah orang yang membagi bid'ah berarti menentang Nabi? Jawab Wahai Wahhabiyuun!!!!!

Demikianlah Pengertian Bid'ah, Dalil Dan Cara Memahami Hadits Kullu Bid'ah Yang Benar. Semoga bermanfaat, amin. 

Comments

Popular posts from this blog

Nabi Muhammad Mempersaudarakan Muhajir dan Anshor

Persaudaraan  Muhajir dan Anshor Madinah yang saat itu bernama Yatsrib merupakan fase  baru  dalam hidup Nabi Muhammad . Di sini dimulainya suatu fase politik yang telah diperlihatkan oleh Muhammad dengan segala kecakapan, kemampuan dan pengalamannya, yang akan membuat orang jadi termangu, lalu menundukkan  kepala  sebagai  tanda  hormat  dan  rasa  kagum. Tujuannya yang pokok akan mencapai Yathrib - tanah airnya yang baru - ialah meletakkan dasar kesatuan politik dan organisasi, yang  sebelum  itu  di  seluruh  wilayah  Hijaz belum dikenal; sungguhpun jauh sebelumnya di Yaman memang sudah pernah ada. Sekarang Nabi Muhammad bermusyawarah dengan kedua wazirnya  Abu  Bakr dan  Umar  -  demikianlah  mereka dinamakan. Dengan sendirinya yang menjadi pokok pikirannya yang  mula-mula  ialah  menyusun barisan  kaum Muslimin serta mempererat persatuan mereka, guna menghilangkan segala  bayangan  yang  akan  membangkitkan  api permusuhan  lama di kalangan mereka itu. Strategi Nab

Melaksanakan Sholat Jum'at Di Jalan Raya, Bagaimana hukumnya?

Persoalan Melaksanakan Sholat Jum'at Di Jalan Raya, saat ini banyak dibicarakan di medsos. Mereka mencoba menjawab pertanyaan Bagaimana hukumnya? Ilustrasi Jawaban Tidak ada yang mensyaratkan sholat jum'at harus di dalam masjid selain madzhab Maliki. Madzhab Syafii yang diikuti oleh mayoritas warga Indonesia, tidak melarang sholat jum'at di luar masjid. Itu artinya, sholat jum'at di jalan raya tetap sah. Berikut ta'bir dalam kitab-kitab madzhab syafii: قال في حاشية الشرواني على تحفة المنهج قول المتن في خطة أبنية...... الخ اي وان لم تكن في مسجد. اھ وقال في مغني المحتاج على المنهاج ص ٤١٧ جز اول في قول المتن( أن تقام في خطة أبنية أوطان المجمّعين) اي وان لم تكن في مسجد. اھ وقال في شرح المحلي على المنهاج ص ٢٧٢ جز اول   في قول المتن ( أن تقام في خطّة أبنية أوطان المجمّعين) لأنها لم تقم في عصر النّبيّ صلى اللّه عليه وسلّم والخلفاء الراشدين إلاّ في مواضع الإقامة كما هو معلوم وهي ما ذكر سواء فيه المسجد والدّار والفضاء ..اھ قال

Tafsir Surat An-Nisa : 47 Tentang Hari Sabtu

Tafsir Surat An-Nisa : 47 Tentang Hari Sabtu , - Dalam al-quran, diahir surat anisa’ ayat 47 terdapat kalimat (yang artinya) “atau kami laknat mereka sebagaimana kami melaknat orang-orang (yang berbuat maksiat) pada hari sabtu...” Di sana terdapat kalimat hari sabtu dan tentunya ini melahirkan pertanyaan tentang hari sabtu dan itulah yang ditanyakan oleh member grup Fiqih Madzhab Syafi’i yang saya dirikan di facebook. Berikut pertanyaan tentang Tafsir Surat An-Nisa Ayat 47 Tentang Hari Sabtu. Alam Poetra Losariez السلا م عليكم .... Mohon penjelasan para alim,ustadz,ustadzah . Dalam surat an_nisa ayat 47 (d terakhir surat )yangg ber bunyi : ٠٠٠٠اونلعنهم كما لعنا اصحب السبت وكان امرالله مفعولا(٤٧) “... ataw kami laknat mereka sebagaimana kami melaknat orang-orang(yang berbuat maksiat) pada hari sabat(sabtu).dan ketetapan bagi allah pasti berlaku(Q,S an_nisa ayat 47) Pertanyaannya ... : ada apa dengan hari sabtu ? apakah hari sabtu hari yang d istimewakan a