Pembahasan mengenai Hukum Puasa Rojab Menurut Islam
sebenarnya telah ada sejak berabad-abad lalu. Para ulama islam dari berbagai
madzhab berbeda pendapat mengenai hukum puasa bulan rojab. Setidaknya ada dua
hukum yang mereka ajukan yaitu makruh dan sunah.
Namun ada beberapa ulama baru yang melabeli puasa bulan
rojab sebagai amalan yang bidah sehingga para pelakunya dicap sebagai ahli
neraka. Diantaranya fatwa Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Syeikh
Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin dan juga Syeikh Shalif Fauzan. Kebanyakan dari
mereka inilah berbagai situs dan tulisan di internet yang membid'ahkan puasa
Rajab itu mengambil sumber tulisan.
Sebenarnya masalah puasa di bulan Rajab itu bukan masalah
yang disepakati kebid'ahannya. Memang benar banyak sekali beredar fatwa-fatwa
yang membid'ahkan, tetapi kalau kita perhatikan sekian banyak fatwa itu, isi
dan sumbenya cuma sebatas itu-itu saja.
Padahal sebenarnya para ulama masih berbeda pendapat
tentang hukum berpuasa di bulan Rajab. Sebagian kalangan menetapkan bahwa
hukumnya sunnah, sebagian lagi bilang makruh.
Makruh
Ulama madzhab hanbali menilai bahwa hukum puasa bulan
rojab adalah makruh. Pendapat ini diajukan oleh Ibn Qudamah dan Al-Mardawi.
Ibnu Qudamah yang
wafat tahun 620 H di dalam kitabnyaAl-Mughni menuliskan sebagai berikut :
فصل - إفراد
رجب بالصوم : ويكره إفراد رجب بالصوم قال أحمد: وإن صامه رجل، أفطر فيه يوما أو
أياما، بقدر ما لا يصومه كله. ووجه ذلك، ما روى أحمد، بإسناده عن خرشة بن الحر،
قال: رأيت عمر يضرب أكف المترجبين، حتى يضعوها في الطعام. ويقول: كلوا، فإنما هو
شهر كانت تعظمه الجاهلية
Artinya: Pasal Mengkhususkan Rajab Untuk
Puasa : Dan dimakruhkan mengkhususkan bulan Rajab untuk berpuasa. Imam
Ahmad berkata bahwa kalau mau seseorang berpuasa sehari dan tidak puasa sehari
tetapi jangan puasa sebulan. Dasarnya adalah hadits riwayat Ahmad dari
Kharsayah bin Al-Hurri, dia berkata,"Aku melihat Umar memukul telapak
tangan orang yang mutarajjibin (puasa di bulan Rajab) sambil
berkata,"Makanlah". Karena bulan Rajab itu bulan yang diagungkan oleh
orang Jahiliyah. {Ibnu Qudamah, Al-Mughni, jilid 3 hal. 171}
Al-Mardawi salah satu ulama dalam mazhab
Al-Hanabilah yang wafat tahun 885 H menuliskan dalam kitabnya Al-Inshaf sebagai
berikut :
قوله (ويكره
إفراد رجب بالصوم) هذا المذهب وعليه الأصحاب
Artinya: Pendapatnya mengkhususkan puasa
Rajab (sebulan penuh) hukumnya makruh. Itulah pendapat mazhab dan para
pendukungnya. {Al-Mardawi, Al-Inshaf, jilid
3 hal. 346}
Sunah
Sementara ulama madzhab syafii menilai bahwa hukum puasa
bulan rojab adalah sunah. Diantaranya adalah apa yang difatwakan oleh Imam Ibn
Sholah, Imam Izuddin Bin Abdis Salam, Imam Ibn Hajar Al-Haitami, Imam Suyuthi,
Imam Ah-showi dan Imam Asy-syaukani.
Hujjah yang mereka berikan ada dua. Pertama, adanya
hadits yang menganjurkan untuk berpuasa sunnah. Kedua, adanya hadits yang
menganjurkan untuk puasa pada bulan-bulan haram (mulia). Rasulullah SAW
bersabda kepada Abdullah bin Harits yang bertanya kepada beliau SAW tentang
puasa sunnah.
صُمْ شَهْرَ
الصَّبْرِ وَثَلاثَةَ أَيَّامٍ بَعْدَهُ وَصُمْ أَشْهُرَ الْحُرُمِ
Artinya: Berpuasalah kamu di bulan
kesabaran (Ramadhan), kemudian berpuasalah 3 hari setelahnya, dan kemudian
puasalah pada bulan-bulan haram”. (HR. Ahmad, Abu Daud, An-Nasa'i dan Ibnu
Majah)
Bulan-bulan haram itu adalah Dzul-Qa'dah,
Dzulhijjah, Muharram dan bulan Rajab yang menyendiri. Tetapi
jelas sekali bahwa Rajab termasuk salah satu di antara empat bulan
haram. Sehingga dasar berpuasa di bulan Rajab adalah hadits shahih di atas.
Adapun para ulama yang membolehkan atau malah
menyunnahkan puasa di bulan Rajab antara lain Ibnu Shalah, Al-Izz Ibnu
Abdissalam, As-Sututhi, Ibnu Hajar Al-Haitsami, Ash-Shawi, dan juga
Asy-Syaukani serta masih banyak lagi yang lainnya. Mari kita lihat fatwa mereka
dengan adil :
Ibnu Shalah (w. 643 H), yang juga salah satu ulama
dalam mazhab Asy-Syafi’iyyah menuliskan dalam fatwanya, Fatawa Ibnu Shalah sebagai
berikut :
لا إثم عليه في
ذلك ولم يؤثمه بذلك أحد من علماء الأمة فيما نعلمه بلى قال بعض حفاظ الحديث لم
يثبت في فضل صوم رجب حديث أي فضل خاص وهذا لا يوجب زهدا في صومه فيما ورد من
النصوص في فضل الصوم مطلقا والحديث الوارد في كتاب السنن لأبي داود وغيره في صوم
الأشهر الحرم كاف في الترغيب في صومه وأما الحديث في تسعير جهنم لصوامه فغير صحيح
ولا تحل روايته والله أعلم
Artinya: Tidak berdosa bagi yang berpuasa
Rajab, dan tidak ada satupun ulama umat ini yang mengatakan ia berdosa dari
yang kami tahu. Ya memang benar banyak ahli hadits yang mengatakan
hadits-hadits rajab –secara khusus- tidak shahih. Dan ini tidak menjadikan
puasa Rajab itu terlarang, karena adanya dalil-dalilnya anjuran puasa secara
mutlak, dan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dadud dalam kitab Sunan-nya
juga ulama lain dalam anjuran puasa pada bulan Rajab, dan itu cukup untuk
memotivasi umat ini untuk puasa Rajab. Sedangkan hadits nyalanya api neraka
Jahannam untuk mereka yang sering berpuasa Rajab, itu hadits yang tidak shahih,
dan tidak dihalalkan meriwayatkannya. Wallahu a’lam. {Ibnu Shalah, Fatawa
Ibnu Shalah, hal. 180}
Al-'Izz ibnu Abdissalam (w. 660 H) juga punya
pendapat yang dikutip oleh Ibnu Hajar Al-Haitsami, dimana beliau berfatwa
sebagai berikut :
والذي نهى عن
صومه جاهل بمأخذ أحكام الشرع وكيف يكون منهيا عنه مع أن العلماء الذين دونوا
الشريعة لم يذكر أحد منهم اندراجه فيما يكره صومه
Artinya: Orang yang melarang puasa Rajab
itu jahil dari sumber-sumber hukum syariah. Bagaimana bisa puasa rajab
diharamkan, sedangkan para ulama yang men-tadwin-kan syariah ini tidak satu pun
dari mereka yang membenci puasa rajab tersebut. {Al-Fatawa
Al-Fiqhiyyah Al-Kubra, jilid 2 hal. 54}
Nampaknya fatwa beliau juga senada, yaitu tindakan
melarang orang berpuasa pada bulan Rajab adalah kebodohan, karena tidak ada
ulama yang melarang itu.
As-Suyuthi (w. 911 H) ketika menjelaskan
hadits-hadits terkait dengan puasa bulan Rajab, beliau menyimpulkan bahwa
hadits-hadits itu bukan hadits palsu, melainkan sekedar dhaif. Dan tetap dibolehkan
periwayatannya untuk keutamaan amal. Beliau menuliskan dalam fatwanya itu pada
kitabAl-Hawi lil Fatawa sebagai berikut :
ليست هذه
الأحاديث بموضوعة، بل هي من قسم الضعيف الذي تجوز روايته في الفضائل
Artinya: Semua hadits ini bukan palsu
(maudhu'), melainkan termasuk lemah (dhaif) yang dibolehkan periwayatannya
untuk keutamaan (fadhail). {As-Suyuthi, Al-Hawi
lil Fatawa, jilid 1 hal. 419}
Imam Ibnu Hajar
Al-Haitami (w. 974 H) dalam fatwanya yang terkumpul dalam kitab Al-Fatawa
Al-Fiqhiyyah Al-Kubra menuliskan sebagai berikut
أني قدمت لكم
في ذلك ما فيه كفاية، وأما استمرار هذا الفقيه على نهي الناس عن صوم رجب فهو جهل
منه وجزاف على هذه الشريعة المطهرة فإن لم يرجع عن ذلك وإلا وجب على حكام الشريعة
المطهرة زجره وتعزيره التعزير البليغ المانع له ولأمثاله من المجازفة في دين الله
تعالى
Artinya: Sudah saya jelaskan tentang
kesunahan puasa Rajab, dan itu sudah cukup. Adapun tindakan 'ahli fiqih' ini
yang terus menerus melarang orang-orang untuk puasa Rajab, itu adalah sebuah
kebodohan dan bentuk pengacak-acakan terhadap syariah yang suci ini. kalau ia
tidak merujuk fatwanya tersebut, wajib hukumnya bagi para hakim syariah yang
suci ini untuk melarangnya dan memberikan hukuman yang keras baginya dan juga
bagi orang-orang semisalnya –yang melarang puasa Rajab- karena mereka semua
sudah mengacak-acak agama Allah SWT ini. {Imam Ibnu Hajar Al-Haitami, Al-Fatawa
Al-Fiqhiyyah Al-Kubra, jilid 2 hal. 53}
Dari fatwanya kita mendaptkan kesan bahwa beliau mengecam
keras mereka yang melarang umat untuk berpuasa Rajab. Konon di masa hidupnya,
ada beberapa orang yang mengaku ahli agama tetapi melarang-larang puasa Rajab
dengan alasan.
Imam Ash-Shawi (w. 1241 H) dari kalangan ulama
mazhab Al-Malikiyah dalam kitabnya Bulghatus-Salik ketika menjelaskan
tentang puasa-puasa sunnah, beliau memasukkan di dalamnya puasa Rajab.
وصوم رجب : أي
فيتأكد صومه أيضا وإن كانت أحاديثه ضعيفة لأنه يعمل بها في فضائل الأعمال
Artinya: Puasa Rajab: yakni dikuatkan
(untuk kesunahan) puasa Rajab juga walaupun hadits-haditsnya dhaif, karena
hadits dhaif boleh diamalkan dalam hal fadhail a’mal. {Imam Ash-Shawi, Bulghatussalik,
jilid 1 hal. 692}
Asy-Syaukani (w. 1250 H) dalam kitabnya Nailul
Authar mengomentari hadits-hadits terkait dengan puasa bulan Rajab sebagai
berikut :
ظاهر قوله في
حديث أسامة إن شعبان شهر يغفل عنه الناس بين رجب ورمضان أنه يستحب صوم رجب
Artinya: Pemahaman yang dzahir dari hadits
Usamah (bin Zayd) di atas adalah bahwa bulan Sya'ban adalah bulan yang banyak
dilupakan orang yang letaknya antara bulan Rajab dan Ramadan. Dan bahwa sunnah
hukumnya berpuasa pada bulan Rajab. {Asy-Syaukani, Nailul Authar,
jilid 4 hal. 292}
Walhasil Hukum puasa bulan Rojab menurut islam memang ada tiga
pendapat. Ada kalangan
yang membid'ahkannya. Pendapat ini wajib kita hormati. Namun ada juga yang
tidak sampai membid'ahkannya, hanya sebatas makruh saja. Pendapat ini juga
wajib kita hormati. Dan jangan lupa, ada juga pendapat yang membolehkan atau
malah menyunnahkannya. Pendapat yang terakhir ini pun juga wajib kita hormati.
Comments
Post a Comment