Skip to main content

Tata Cara Wudu Yang Benar

Tata Cara Wudu Yang BenarSebelum belajar tentang tata cara wudu yang benar terlebih dahulu kita pelajari perkara yang membatalkan wudu atau perkara yang menyebabkan hadas kecil.

Menurut imam Nawawi perkara yang membatalkan wudu ada empat; (1) keluarnya sesuatu dari kelamin atau anus kecuali mani; (2) hilangnya akal sebab pinsan atau tidur kecuali tidurnya orang yang menetapkan tempat duduknya yaitu orang yang tidur dengan cara duduk bersila dan tidak menyandarkan tubuhnya; (3) bertempelannya kulit laki-laki dan perempuan kecuali jika mahrom; (4) memegang kemaluan atau lubang anus manusia.

Jika empat perkara di atas terjadi kemudian kita hendak melaksanakan sholat atau ibadah lain yang disyaratkan suci dari hadas, maka kita harus berwudu dan untuk keabsahan wudu kita harus mengetahui tata caranya mencangkup fardu wudu dan cara melakukannya.

Kefarduan Wudu

Yang dikehendaki dengan kefarduan wudu adalah kegiatan yang harus dilakukan saat berwudu. Menurut Imam Nawawi jumlah fardu wudu ada enam; niat, membasuh wajah, membasuh kedua tangan hingga siku, mengusap sebagian kepala, membasuh kedua kaki hingga mata kaki dan tertib.

Kesunahan Wudu

Selain enam perkara di atas saat berwudu kita disunahkan melakukan beberapa kesunahan wudu seperti membasuh tangan dan menyelah-nyelahi jari tangan, berkumur, menghisap air kehidung, membasuh telinga dan lain-lain.

Tata Cara Berwudu

Tata cara wudu yang akan kita pelajari disini tidak hanya melakukan kefarduan wudu melainkan juga melaksanakan kesunahan-kesunahannya. Oleh karena itu pertama-tama kita bersiwakan atau menggososk gigi diteruskan dengan membasuh kedua tangan sambil menyela-nyelahi jari tangan. Kemudian berkumur sebanyak tiga kali dilanjutkan dengan menghisap air ke hidung dengan jumlah yang sama dengan berkumur.

Setelah kesunahan wudu di atas dilakukan maka kita mulai memasuki kefarduan wudu yang pertama dan kedua yaitu niat dan membasuh wajah. Keduanya dilakukan secara bersamaan. Artinya, ketika kita mulai membasuh wajah bersamaan dengan itu kita harus berniat dalam hati untuk menghilangkan hadas.

Ada sebagian orang yang merasa kesusahan melakukan dua hal di atas secara bersamaan. Solusi untuk masalah ini adalah dengan cara melafalkan niat menggunakan lisan ketika hendak membasuh wajah. Lafal niat yang dimaksud adalah “nawaitul wudu’a lirof’il hadasil ashghori lillahi ta’ala.”

Mengenai hukum melafalkan niat, para ulama berbeda pendapat. Sebagian berpendapat bahwa melafalkan niat adalah perkara bid’ah yang sesat karena tidak ada dalilnya.

Sebagian ulama lain membantah pendapat itu. Mereka berpendapat bahwa hukum melafalkan niat adalah sunah dengan dalil qiyas. Mereka mengkiyaskan pelafalan niat wudu dengan pelafalan niat ihrom yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW.

Dalam artikel ini saya tidak akan membahas soal perbedaan pendapat sebab bagi saya perbedaan adalah kasih sayang sedangkan penolakan terhadap perbedaan pendapat adalah bencana.

Setelah menyelesaikan pembasuhan wajah maka selanjutnya adalah membasuh kedua tangan serta sedikit bagian atas kedua sikut dan disunahkan membasuh sebanyak tiga kali.

Kemudian mengusap sebagian rambut kepala minimal satu helai menggunakan air. Bagi orang botak, hendaknya membasuh kulit kepala yang secara umum menjadi tempat tumbuhnya rambut kepala.

Selanjutnya membasuh kedua telinga. Meskipun hukumnya sunah tetapi tidak ada ruginya jika kita melakukannya. Itung-itung sebagai tambahan pahala.

Terahir adalah membasuh kaki dari telapak kaki hingga sedikit bagian atas mata kaki. Saat membasuh kaki ada tiga hal yang disunahkan yaitu membasuh hingga bagian tengah betis, menyelah-nyelahi jari kaki, dan membasuh sebanyak tiga kali.


Tata cara wudu yang benar harus dilakukan secara berurutan. Jadi tidak boleh dibolak balik. Misalnya kaki dulu kemudian baru membasuh wajah. Atau Tangan dulu kemudian kaki dan selanjutnya baru membasuh wajah. Tata cara wudu tak berurutan tidak sah menurut madzhab syafii sekalipun menurut madzhab Maliki tetap sah.  

Comments

Popular posts from this blog

Redaksi Sholawat Bidah Wahhbi

Sebagai sempalan yang lahir dari tempat timbulnya fitnah (Najed-red) tentu tidak afdhol jika wahhabi tidak usil terhadap amaliyah umat islam. Salah satunya adalah masalah membuat redaksi sholawat . Menurut wahhabi, redaksi sholawat harus datang dari Rosululloh. Redaksi yang tidak datang dari beliau berarti sholawat bidah yang sesat. Ustadz Achmad  Rofi’i, Lc. MM.Pd , d alam artikel berjudul Sholawat Yang Bukan Sholawat mengatakan: “Sholawat yang kita pelajari adalah bukan wewenang kita untuk mengarang-ngarang sendiri Redaksi / Kalimat Sholawat  tersebut, melainkan itu merupakan wewenang Rosuulullooh” Kontan mereka menyesatkan umat islam yang membaca sholawat badar, tibbil qulub, nariyah dan lain-lain yang rdaksinya disusun oleh ulama ahlu sunah waljamaah. Salah satu situs milik wahhabi akhwat.web.id pada 28- 2- 2008 merilis artikel berjudul Shalawat-Shalawat Bidah. Dalam artikel itu, wahhabi mencatat bebarapa sholawat yang mereka sebut bidah...

Nabi Muhammad Mempersaudarakan Muhajir dan Anshor

Persaudaraan  Muhajir dan Anshor Madinah yang saat itu bernama Yatsrib merupakan fase  baru  dalam hidup Nabi Muhammad . Di sini dimulainya suatu fase politik yang telah diperlihatkan oleh Muhammad dengan segala kecakapan, kemampuan dan pengalamannya, yang akan membuat orang jadi termangu, lalu menundukkan  kepala  sebagai  tanda  hormat  dan  rasa  kagum. Tujuannya yang pokok akan mencapai Yathrib - tanah airnya yang baru - ialah meletakkan dasar kesatuan politik dan organisasi, yang  sebelum  itu  di  seluruh  wilayah  Hijaz belum dikenal; sungguhpun jauh sebelumnya di Yaman memang sudah pernah ada. Sekarang Nabi Muhammad bermusyawarah dengan kedua wazirnya  Abu  Bakr dan  Umar  -  demikianlah  mereka dinamakan. Dengan sendirinya yang menjadi pokok pikirannya yang  mula-mula  ialah  menyusun barisan  kaum Muslimin serta mempererat persatuan...

Tafsir Surat An-Nisa : 47 Tentang Hari Sabtu

Tafsir Surat An-Nisa : 47 Tentang Hari Sabtu , - Dalam al-quran, diahir surat anisa’ ayat 47 terdapat kalimat (yang artinya) “atau kami laknat mereka sebagaimana kami melaknat orang-orang (yang berbuat maksiat) pada hari sabtu...” Di sana terdapat kalimat hari sabtu dan tentunya ini melahirkan pertanyaan tentang hari sabtu dan itulah yang ditanyakan oleh member grup Fiqih Madzhab Syafi’i yang saya dirikan di facebook. Berikut pertanyaan tentang Tafsir Surat An-Nisa Ayat 47 Tentang Hari Sabtu. Alam Poetra Losariez السلا م عليكم .... Mohon penjelasan para alim,ustadz,ustadzah . Dalam surat an_nisa ayat 47 (d terakhir surat )yangg ber bunyi : ٠٠٠٠اونلعنهم كما لعنا اصحب السبت وكان امرالله مفعولا(٤٧) “... ataw kami laknat mereka sebagaimana kami melaknat orang-orang(yang berbuat maksiat) pada hari sabat(sabtu).dan ketetapan bagi allah pasti berlaku(Q,S an_nisa ayat 47) Pertanyaannya ... : ada apa dengan hari sabtu ? apakah hari sabtu hari yang d istimewakan a...