Persaudaraan Muhajir dan Anshor |
Tujuannya yang pokok akan
mencapai Yathrib - tanah airnya yang baru - ialah meletakkan dasar kesatuan
politik dan organisasi, yang
sebelum itu di
seluruh wilayah Hijaz belum dikenal; sungguhpun jauh
sebelumnya di Yaman memang sudah pernah ada.
Sekarang Nabi Muhammad bermusyawarah dengan kedua wazirnya Abu
Bakr dan
Umar - demikianlah
mereka dinamakan. Dengan sendirinya yang menjadi pokok pikirannya yang
mula-mula ialah menyusun barisan kaum Muslimin serta
mempererat persatuan mereka, guna menghilangkan segala
bayangan yang akan
membangkitkan api permusuhan lama di kalangan mereka itu.
Strategi Nabi
mempersaudarakan Muhajirin dan Anshar untuk mengikat setiap pengikut Islam yang
terdiri dari berbagai macam suku dan kabilah ke dalam suatu ikatan masyarakat
yang kuat, senasib, seperjuangan dengan semangat persaudaraan Islam.
Rasulullah SAW mempersaudarakan
Abu Bakar dengan Kharijah Ibnu Zuhair Ja’far, Abi Thalib dengan Mu’az bin
Jabal, Umar bin Khatab dengan Ibnu bin Malik dan Ali bin Abi Thalib dipilih untuk
menjadi saudara beliau sendiri.
Setiap kaum Muhajirin
dipersaudarakan dengan kaum Anshar dan persaudaraan itu dianggap seperti
saudara kandung sendiri. Kaum Muhajirin dalam penghidupan ada yang mencari
nafkah dengan berdagang dan ada pula yang bertani mengerjakan lahan milik kaum
Anshar.
Nabi Muhamad SAW dalam menciptakan suasana agar nyaman
dan tenteram di kota Madinah, maka dibuatlah perjanjian dengan kaum Yahudi.
Dalam perjanjiannya ditetapkan dan diakui hak kemerdekaan tiap-tiap golongan
untuk memeluk dan menjalankan agamanya.
Secara terperinci isi perjanjian yang dibuat Nabi
Muhammad SAW dengan kaum Yahudi sebagai berikut:
1. Kaum Yahudi hidup damai bersama-sama dengan kaum
Muslimin
2. Kedua belah pihak bebas memeluk dan menjalankan
agamanya masing-masing
3. Kaum muslimin dan kaum Yahudi wajib tolong menolong
dalam melawan siapa saja yang memerangi mereka
4. Orang-orang Yahudi memikul tanggung jawab belanja
mereka sendiri dan sebaliknya kaum muslimin juga memikul belanja mereka sendiri
5. Kaum Yahudi dan kaum muslimin wajib saling
menasehati dan tolong-menolong dalm mengerjakan kebajikan dan keutamaan
6. Kota Madinah adalah kota suci yang wajib dijaga dan
dihormati oleh mereka yang terikat dengan perjanjian itu
7. Kalau terjadi perselisihan diantara kaum yahudi dan
kaum Muslimin yang dikhawatirkan akan mengakibatkan hal-hal yang tidak
diinginkan, maka urusan itu hendaklah diserahkan kepada Allah dan Rasul-Nya.
8. Siapa saja yang tinggal di dalam ataupun di luar
kota Madinah wajib dilindungi keamanan dirinya kecuali orang zalim dan
bersalah, sebab Allah menjadi pelindung bagi orang-orang yang baik dan
berbakti.
Sikap Kaum Anshor
Terhadap Tali Persaudaraan
Ternyata kalangan
Anshar memperlihatkan sikap keramahtamahan yang luarbiasa terhadap
saudara-saudara mereka kaum Muhajirin ini, yang
sejak semula sudah
mereka sambut dengan penuh gembira.
Kaum anshar selalu menerima dan mau berkorban untuk kaum muhajirin
dan bahkan mereka bersedia dipersaudarakan dengan kaum muhajirin. Seperti Abdur
Rahman bin Auf (kaum muhajirin) dipersadarakan dengan Saad bin Rabi’ (kaum
Anshar). Dengan persaudaraan tidak ada perbedaan seperti nasab, warna kulit,
asal daerah ataupun kebangsaannya.
Dengan persaudaraan itu maka perjuangan kaum anshar sangat besar
terhadap pertolongan kaum muhajirin dan perkembangan islam yang berkelanjutan.
Setelah terbentuk persaudaraan antara muhajirin dan anshar, maka kerjasama dan
tanggung jawab dipikul bersama-sama.
Kaum anshar merupakan kaum yang menolong kaum muhajirin yang
berdomisili di Madinah. Kaum Muhajirin sewaktu hijrah ke Madinah tidak membawa
bekal yang cukup, apalagi memiliki rumah. Dengan pertolongan kaum Anshar, kaum
Muhajirin dapat hidup dengan layak.
Kaum anshar sangat menghargai dan menghormati kaum muajirin. Kaum
muhajirin yang datang dan menumpang ke keluarga anshar diterima dengan baik dan
malah diberi sebagian hartanya, kaum muhajirin pun sangat menghargai keikhlasan
kaum anshar.
Sikap suka menolong merupakan ajaran yang harus kita teladani dan
dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan tolong menolong dapat terbina
persatuan dan persaudaraan sesama kita. Fanatisme kesukuan, perbedaan ras, rasa
kedaerahan dan lain sebagainya dapat dihindarinya. Pengorbanan kaum Anshâr yang mengagumkan
ini diabadikan di dalam Al-Qur`ân, surat al-Hasyr/59 ayat 9 :
وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ
Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman
(Anshâr) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang
berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka
terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka
mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun
mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu).
Kisah Pengorbanan Kaum
Anshor
Ada seseorang yang
mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (dalam keadaan lapar), lalu
beliau mengirim utusan ke para istri beliau. Para istri Rasulullah menjawab: "Kami tidak memiliki apapun
kecuali air”. Nabi Muhammad bersabda: "Siapakah di antara kalian yang ingin menjamu orang
ini?”
Salah seorang kaum Anshâr
berseru: “Saya,” lalu orang Anshar ini membawa lelaki tadi ke rumah istrinya,
(dan) ia berkata: “Muliakanlah tamu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam !”
Istrinya menjawab: “Kami tidak memiliki
apapun kecuali jatah makanan untuk anak-anak”.
Orang Anshâr itu berkata: "Siapkanlah makananmu itu!
Nyalakanlah lampu, dan tidurkanlah anak-anak kalau mereka minta makan malam!”
Kemudian, wanita itu pun menyiapkan makanan, menyalakan lampu, dan
menidurkan anak-anaknya. Dia lalu bangkit, seakan hendak memperbaiki lampu dan
memadamkannya. Kedua suami-istri ini memperlihatkan seakan mereka sedang makan.
Setelah itu mereka tidur dalam keadaan lapar.
Keesokan harinya, sang
suami datang menghadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Beliau bersabda:
“Malam ini Allah tertawa atau ta’ajjub dengan perilaku kalian berdua. Lalu Allah Azza wa Jalla menurunkan
ayat-Nya, (yang artinya): dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas
diri mereka sendiri, sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu).
Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang
yang beruntung –Qs. al-Hasyr/59 ayat 9. [HR Bukhari]
Hal serupa juga ditunjukan
oleh Sa’ad yang dipersaudarakan dengan 'Abdurrahmân bin ‘Auf. Suatu hari Sa’ad berkata kepada 'Abdurrahmân :
"Aku adalah kaum Anshâr yang paling banyak harta. Aku akan membagi hartaku
setengah untukmu. Pilihlah di antara istriku yang kau inginkan, (dan) aku akan
menceraikannya untukmu. Jika selesai masa 'iddahnya, engkau bisa menikahinya”.
Mendengar pernyataan saudaranya itu, 'Abdurrahmân Radhiyallahu anhu menjawab: “Aku tidak membutuhkan hal itu. Adakah pasar (di sekitar sini) tempat berjual-beli?”
Mendengar pernyataan saudaranya itu, 'Abdurrahmân Radhiyallahu anhu menjawab: “Aku tidak membutuhkan hal itu. Adakah pasar (di sekitar sini) tempat berjual-beli?”
Lalu Sa’ad Radhiyallahu
anhu menunjukkan pasar Qainuqa’. Mulai saat itu, 'Abdurrahmân Radhiyallahu anhu sering pergi ke
pasar untuk berniaga, sampai akhirnya ia berkecukupan dan tidak memerlukan lagi
bantuan dari saudaranya. (Shahîh al-Bukhâri, al-Fath, 9/133-134, no. 2048)
Begitulah Nabi: Meniru 100 Akhlaq Keutamaan Rasulullah SAW
ReplyDeleteSangat membantu, thx🙏🙏
ReplyDelete