Skip to main content

Komentar Ust. Abul Jauza Meruntuhkan Artikelnya Sendiri

Komentar Ust. Abul Jauza Meruntuhkan Artikelnya Tentang Tawasul dengan zat Nabi
Komentar Ust. Abul Jauza 
Komentar Ust. Abul Jauza Meruntuhkan Artikelnya SendiriDalam artikel berjudul “Ahmad Bin Hanbal dan Tawasul Dengan Perantara (Diri) Nabi”, Ust. Abul Jauza membuat kesimpulan bahwa Imam Ahmad tidak membolehkan tawasul dengan Zat Nabi. Katanya:

“Tawassul dimaksud bukanlah tawassul dengan perantaraan diri (dzat atau kemuliaan) Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam, akan tetapi bertawassul dengan amalan-amalan kita yang terkait dengan pemenuhan hak beliaushallallaahu 'alaihi wa sallam dalam hal keimanan, kecintaan, ketaatan, dan yang semisalnya kepada beliau.”

Terkait artikel tersebut saya telah menulis bantahan dalam artikel berjudul Bantahan Untuk Ust. Abul Jauza. Saya juga menyempatkan diri datang ke blognya dan memberi komentar hingga terjadilah dialog antara saya dan Ust. Abul Jauza.

Disalah satu komentarnya, Ust. Abul Jauza menukil ucapan Muhammad bin Abdul Wahhab ketika ditanya mengenai tawasul dengan orang sholih, mengenai pendapat Imam Ahmad tentang tawasul dengan Nabi dan lain-lain.

Ust. Abul Jauza mengatakan: Nah, ini juga terlihat jelas dalam penjelasan dari Syaikh Muhammad bin 'Abdil-Wahhaab Al-Hanbaliy rahimahullah berikut (maaf tidak diterjemahkan, semoga Anda dapat memahaminya):

قال الشيخ محمد بن عبدالوهاب رحمه الله تعالى في جوابه على سؤال وجه إليه هذا نصه : السؤال : العاشرة - قولهم في الاستسقاء : لا بأس بالتوسل بالشيوخ والعلماء المتّقين ، وقوله : يجوز أن يُسْتَشْفَع إلى الله برجل صالح ، وقيل :يستحب ، قال أحمد : إنه يتوسل بالنبي صلى الله عليه وسلم في دعائه ؛ وقال أحمد وغيره في قوله عليه السلام : "أعوذ بكلمات الله التامات من شر ما خلق" الاستعاذة لا تكون بمخلوق ، فما معنى هذا الكلام ؟ وما العمل عليه منهما أم على قوله فما المعنى ؟ وقولهم في الشرح : قال إبراهيم الحربي : الدعاء عند قبر معروف الترياق المجرَّب ، فما معنى هذا الكلام ؟ قال في الفروع : قال شيخنا : قصدُه الدعاءَ عنده رجاءَ الإجابة بدعةٌ لا قربة باتفاق الأئمة ، فما معنى هذا الكلام ؟

الجواب : العاشرة - قولهم في الاستسقاء : لا بأس بالتوسل بالصالحين : وقول أحمد : يتوسل بالنبي صلى الله عليه وسلم خاصة ، مع قولهم إنه لا يستغاث بمخلوق ، فالفرق ظاهر جداً ، وليس الكلام مما نحن فيه ، فكون بعضٍ يرخِّص بالتوسل بالصالحين وبعضهم يخصُّه بالنبي صلى الله عليه وسلم ، وأكثر العلماء ينهي عن ذلك ويكرهه ، فهذه المسألة من مسائل الفقه ، ولو كان الصواب عندنا قول الجمهور إنه مكروه فلا ننكر على من فعله ، ولا إنكار في مسائل الاجتهاد ، لكن إنكارنا على من دعا لمخلوق أعظم مما يدعو الله تعالى ، ويقصد القبر يتضرع عند ضريح الشيخ عبد القادر أو غيره يطلب فيه تفريج الكربات ، وإغاثة اللهفات ، وإعطاء الرغبات فأين هذا ممن يدعو الله مخلصاً له الدين لا يدعو مع الله أحداً ، ولكن يقول في دعائه : أسألك بنبيك ، أو بالمرسلين ، أو بعبادك الصالحين ، أو يقصد قبر معروف أو غيره يدعو عنده ، لكن لا يدعو ( إلا ) الله مخلصاً له الدين ، فأين هذا مما نحن فيه ؟ أهـ ) مجموع مؤلفات الشيخ محمد بن عبدالوهاب (2/ 41) ط 1 ، دار القاسم (

Seperti itu isi salah satu komentar Ust. Abul jauza. Mari kita buktikan bahwa komentar ust. Abul jauza itu telah meruntuhkan artikelnya sendiri. Perhatikan kalimat:

قال أحمد : إنه يتوسل بالنبي صلى الله عليه وسلم في دعائه ؛ وقال أحمد وغيره في قوله عليه السلام : "أعوذ بكلمات الله التامات من شر ما خلق" الاستعاذة لا تكون بمخلوق ، فما معنى هذا الكلام ؟

Artinya: Imam Ahmad berkata: sesungguhnya Imam Ahmad bertawasul dengan lantaran Nabi di dalam do’anya. Imam Ahmad dan yang lainnya juga berkata mengenai sabda Nabi SAW : “Aku Berlindung dengan kalimat-kalimat Alloh dari keburukan makhluk”; meminta pertolongan tidak boleh dengan makhluk, apa makna kalimat ini?

Muhammad Bin Abdul Wahhab menjawab:

وقول أحمد : يتوسل بالنبي صلى الله عليه وسلم خاصة ، مع قولهم إنه لا يستغاث بمخلوق ، فالفرق ظاهر جداً

Artinya: Adapun pendapat Imam Ahmad bahwa ia bertawasul dengan nabi secara husus serta ucapan para ulama bahwa tidak boleh meminta tolong dengan makhluq, maka perbedaannya sangat jelas.

Dari jawaban tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa Muhammad Bin Abdul Wahhab membedakan antara tawasul dengan zat Nabi dan meminta tolong dengan mahluk.
Ini menunjukan bahwa dalam pandangan Muhammad Bin Abdul Wahhab, Imam Ahmad membolehkan tawasul dengan zat Nabi. Ini ditunjukan oleh kalimat:

وقول أحمد : يتوسل بالنبي صلى الله عليه وسلم خاصة

Sedangkan yang dilarang oleh Ulama termasuk Imam Ahmad adalah meminta tolong atau perlindungan dengan makhluk. Ini ditunjukan oleh kalimat:

مع قولهم إنه لا يستغاث بمخلوق

Menurut Muhammad Bin Abdul Wahhab, tawasul dengan zat nabi dan meminta dengan mahluk adalah dua hal yang sangat jelas perbedaannya. Karenanya, ia berkata:

فالفرق ظاهر جداً

Penjelasan Muhammad Bin Abdul Wahhab selanjutnya semakin memperjelas bahwa yang dimaksud tawasul oleh Imam Ahmad adalah tawasul dengan zat Nabi. Perhatikan kalimat:

فكون بعضٍ يرخِّص بالتوسل بالصالحين وبعضهم يخصُّه بالنبي صلى الله عليه وسلم ، وأكثر العلماء ينهي عن ذلك ويكرهه ، فهذه المسألة من مسائل الفقه

Artinya: adanya pendapat sebagian ulama yang merukhsoh tawasul dengan zat orang sholih dan sebagian menghususkan tawasul dengan zat nabi dan kebanyakan ulama mencegah tawasul dengan zat nabi dan orang sholih dan menghukuminya makruh maka ini adalah termasuk masalah fiqih.

Perhatikan kalimat:

وبعضهم يخصُّه بالنبي صلى الله عليه وسلم

Artinya: “Sebagian ulama menghususkan tawasul dengan zat nabi.”

Siapa ulama yang memperbolehkan tawasul dengan zat Nabi? Jawabannya adalah Imam Ahmad bin Hanbal. Ini dibuktikan oleh penjelasan Muhammad Bin Abdul Wahhab sebelumnya, sebagai berikut:

وقول أحمد : يتوسل بالنبي صلى الله عليه وسلم خاصة

Artinya: “Pendapat Imam Ahmad bahwa sesungguhnya tawasul husus dengan zat Nabi.”

Jadi jelas bahwa menurut Muhammad Bin Abdul Wahhab Imam Ahmad membolehkan tawasul dengan zat Nabi secara husus dan tawasul dengan zat nabi tidak sama dengan meminta pertolongan atau perlindungan dengan makhluk. Maka Komentar Ust. Abul Jauza Meruntuhkan Artikelnya Sendiri.

Memang benar Ulama wahhabi masa kini seperti Utsaimin melarang tawasul dengan zat Nabi dan saya rasa Ust. Abul Jauza hanya taqlid buta sama ulama wahhabi. Tentunya sikap ini tidak layak dilakukan oleh Ust. Abul Jauza yang dalam artikelnya mengajak para pebacanya untuk kritis terhadap ucapan Imam Ahmad.

Saya ingin sedikit ngasih ilmu pada Ust. Abul Jauza tentang bagaimana komentar (yang kata orang Wahhabi) syeikhul islam Ibn Taimiyah dalam Majmu’ Fatawanya. Ketika ia ditanya mengenai tawasul, apakah tawasul boleh dilakukan?

Ibn Taimiyah menjawab bahwa ulama sepakat atas dibolehkannya tawasul dengan Iman, cinta dan ketakwaan. Sedangkan mengenai tawasul dengan zat Nabi, maka para Ulama berbeda pendapat. Ibn Taimiyah menyebut Imam Ahmad sebagai salah satu ulama yang membolehkan tawasul dengan zat Nabi.

Berikut redaksi dalam Majmu’ Fatawa Ibn Taimiyah 1/140:

أَمَّا التَّوَسُّلُ بِالْإِيمَانِ بِهِ وَمَحَبَّتِهِ وَطَاعَتِهِ وَالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَيْهِ وَبِدُعَائِهِ وَشَفَاعَتِهِ وَنَحْوِ ذَلِكَ مِمَّا هُوَ مِنْ أَفْعَالِهِ وَأَفْعَالِ الْعِبَادِ الْمَأْمُورِ بِهَا فِي حَقِّهِ . فَهُوَ مَشْرُوعٌ بِاتِّفَاقِ الْمُسْلِمِينَ وَكَانَ الصَّحَابَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ يَتَوَسَّلُونَ بِهِ فِي حَيَاتِهِ وَتَوَسَّلُوا بَعْدَ مَوْتِهِ بِالْعَبَّاسِ عَمِّهِ كَمَا كَانُوا يَتَوَسَّلُونَ بِهِ . وَأَمَّا قَوْلُ الْقَائِلِ : اللَّهُمَّ إنِّي أَتَوَسَّلُ إلَيْك بِهِ . فَلِلْعُلَمَاءِ فِيهِ قَوْلَانِ : كَمَا لَهُمْ فِي الْحَلِفِ بِهِ قَوْلَانِ : وَجُمْهُورُ الْأَئِمَّةِ كَمَالِكِ ؛ وَالشَّافِعِيِّ ؛ وَأَبِي حَنِيفَةَ : عَلَى أَنَّهُ لَا يَسُوغُ الْحَلِفُ بِغَيْرِهِ مِنْ الْأَنْبِيَاءِ وَالْمَلَائِكَةِ وَلَا تَنْعَقِدُ الْيَمِينُ بِذَلِكَ بِاتِّفَاقِ الْعُلَمَاءِ وَهَذَا إحْدَى الرِّوَايَتَيْنِ عَنْ أَحْمَدَ وَالرِّوَايَةُ الْأُخْرَى تَنْعَقِدُ الْيَمِينُ بِهِ خَاصَّةً دُونَ غَيْرِهِ ؛ وَلِذَلِكَ قَالَ أَحْمَدُ فِي مَنْسِكِهِ الَّذِي كَتَبَهُ للمروذي صَاحِبِهِ : إنَّهُ يُتَوَسَّلُ بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي دُعَائِهِ

Artinya: “Adapun tawasul dengan iman pada Nabi, cinta dan taat kepada beliau; dengan doa dan syafa’at beliau dan yang semisalnya dari hal-hal yang merupakan perbuatan beliau dan perbuatan hamba yang diperintahkan maka umat islam sepakat bahwa tawasul ini disyariatkan.

Dulu para sahabat bertawasul dengan nabi saat beliau masih hidup dan setelah beliau wafat maka mereka bertawasul dengan Abbas; paman Nabi sebagaimana mereka bertawasul dengan Nabi.

Adapun ucapan orang : اللَّهُمَّ إنِّي أَتَوَسَّلُ إلَيْك بِهِ (Ya Alloh sesungguhnya aku bertawasul kepada Mu dengan perantara Nabi), maka dalam hal ini ulama memiliki dua pendapat sebagaimana dalam masalah bersumpah dengan nabi.

Jumhur para imam seperti Imam Malik, Syafi’i dan abu Hanifah mengatakan bahwa sumpah tidak boleh dengan selain dengan Nama Alloh seperti nabi, malaikat. Dan sumpah dengan nama-nama itu tidaklah sah. Pendapat ini adalah salah satu dari dua riwayat imam Ahmad. Riwayat lain dari Imam Ahmad mengatakan bahwa sumpah dengan nabi sah secara husus tidak dengan selain nama nabi muhammad. Karenanya Imam Ahmad berkata kepada sahabatnya; Mawardzi, bahwasanya beliau bertawasul dengan nabi di dalam doanya. (Majmu’ Fatawa 1/140)

Perhatikan kalimat:

وَأَمَّا قَوْلُ الْقَائِلِ : اللَّهُمَّ إنِّي أَتَوَسَّلُ إلَيْك بِهِ

Kalimat di atas adalah redaksi tawasul dengan zat atau pangkat seseorang seperti nabi dan para wali.

Perhatikan kalimat:

وَالرِّوَايَةُ الْأُخْرَى تَنْعَقِدُ الْيَمِينُ بِهِ خَاصَّةً دُونَ غَيْرِهِ وَلِذَلِكَ قَالَ أَحْمَدُ فِي مَنْسِكِهِ الَّذِي كَتَبَهُ للمروذي صَاحِبِهِ : إنَّهُ يُتَوَسَّلُ بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي دُعَائِهِ

Artinya: riwayat lain (dari Imam Ahmad): Sumpah dengan nabi secara husus itu sah. Karenanya Imam Ahmad berkata kepada Marwadzi; temannya: sesungguhnya zat nabi boleh dijadikan sebagai lantaran di dalam doa.

Berikut screen shotnya:

Keterangan:

Teks yang diberi tanda hijau adalah penjelasan tentang tawasul dengan iman, amal sholih.
Teks yang diberi tanda merah adalah penjelasan tentang tawasul dengan zat nabi.
Teks yang diberi tanda kuning adalah pendapat ulama jumhur tentang tawasul dengan zat Nabi
Teks yang diberi tanda biru adalah pendapat Imam Ahmad yang Membolehkan Tawasul Dengan Zat Nabi. 



Itu artinya Maksud Ucapan Imam Ahmad Adalah Tawasul Dengan Zat Nabi. Penjelasan Ibn Taimiyah ini semakin memperjelas bahwa Komentar Ust. Abul Jauza Meruntuhkan Artikelnya Sendiri. 

Comments

Popular posts from this blog

Redaksi Sholawat Bidah Wahhbi

Sebagai sempalan yang lahir dari tempat timbulnya fitnah (Najed-red) tentu tidak afdhol jika wahhabi tidak usil terhadap amaliyah umat islam. Salah satunya adalah masalah membuat redaksi sholawat . Menurut wahhabi, redaksi sholawat harus datang dari Rosululloh. Redaksi yang tidak datang dari beliau berarti sholawat bidah yang sesat. Ustadz Achmad  Rofi’i, Lc. MM.Pd , d alam artikel berjudul Sholawat Yang Bukan Sholawat mengatakan: “Sholawat yang kita pelajari adalah bukan wewenang kita untuk mengarang-ngarang sendiri Redaksi / Kalimat Sholawat  tersebut, melainkan itu merupakan wewenang Rosuulullooh” Kontan mereka menyesatkan umat islam yang membaca sholawat badar, tibbil qulub, nariyah dan lain-lain yang rdaksinya disusun oleh ulama ahlu sunah waljamaah. Salah satu situs milik wahhabi akhwat.web.id pada 28- 2- 2008 merilis artikel berjudul Shalawat-Shalawat Bidah. Dalam artikel itu, wahhabi mencatat bebarapa sholawat yang mereka sebut bidah...

Nabi Muhammad Mempersaudarakan Muhajir dan Anshor

Persaudaraan  Muhajir dan Anshor Madinah yang saat itu bernama Yatsrib merupakan fase  baru  dalam hidup Nabi Muhammad . Di sini dimulainya suatu fase politik yang telah diperlihatkan oleh Muhammad dengan segala kecakapan, kemampuan dan pengalamannya, yang akan membuat orang jadi termangu, lalu menundukkan  kepala  sebagai  tanda  hormat  dan  rasa  kagum. Tujuannya yang pokok akan mencapai Yathrib - tanah airnya yang baru - ialah meletakkan dasar kesatuan politik dan organisasi, yang  sebelum  itu  di  seluruh  wilayah  Hijaz belum dikenal; sungguhpun jauh sebelumnya di Yaman memang sudah pernah ada. Sekarang Nabi Muhammad bermusyawarah dengan kedua wazirnya  Abu  Bakr dan  Umar  -  demikianlah  mereka dinamakan. Dengan sendirinya yang menjadi pokok pikirannya yang  mula-mula  ialah  menyusun barisan  kaum Muslimin serta mempererat persatuan...

Tafsir Surat An-Nisa : 47 Tentang Hari Sabtu

Tafsir Surat An-Nisa : 47 Tentang Hari Sabtu , - Dalam al-quran, diahir surat anisa’ ayat 47 terdapat kalimat (yang artinya) “atau kami laknat mereka sebagaimana kami melaknat orang-orang (yang berbuat maksiat) pada hari sabtu...” Di sana terdapat kalimat hari sabtu dan tentunya ini melahirkan pertanyaan tentang hari sabtu dan itulah yang ditanyakan oleh member grup Fiqih Madzhab Syafi’i yang saya dirikan di facebook. Berikut pertanyaan tentang Tafsir Surat An-Nisa Ayat 47 Tentang Hari Sabtu. Alam Poetra Losariez السلا م عليكم .... Mohon penjelasan para alim,ustadz,ustadzah . Dalam surat an_nisa ayat 47 (d terakhir surat )yangg ber bunyi : ٠٠٠٠اونلعنهم كما لعنا اصحب السبت وكان امرالله مفعولا(٤٧) “... ataw kami laknat mereka sebagaimana kami melaknat orang-orang(yang berbuat maksiat) pada hari sabat(sabtu).dan ketetapan bagi allah pasti berlaku(Q,S an_nisa ayat 47) Pertanyaannya ... : ada apa dengan hari sabtu ? apakah hari sabtu hari yang d istimewakan a...