Berita hari ini-, 27 november 1095 dalam sebuah konsil di clermont, Perancis, Paus Urbanus II menyampaikan khotbah yang kemudian memicu terjadinya perang salib yang pertama untuk merebut kembali kota suci Yerusalem dari penaklukan Islam.
Di sana ia
menyampaikan kotbahnya yang menggerakkan: "Telah tersebar sebuah cerita
mengerikan. Sebuah golongan terkutuk yang sama sekali diasingkan Allah telah
menyerang tanah orang Kristen dan memerangi penduduk setempat dengan pedang,
menjarah dan membakar."
Ia berseru: "Pisahkanlah daerah itu dari
tangan bangsa yang jahat itu dan jadikanlah sebagai milikmu." "Deus vult! Deus vult! (tuhan menghendakinya),"
teriak para peserta. Ungkapan itu telah menjadi slogan perang pasukan Perang
Salib.
Ketika para utusan Paus melintasi Eropa,
merekrut para ksatria untuk pergi ke Palestina,
mereka mendapatkan respons antusias dari pejuang-pejuang Perancis dan Italia.
Banyak di antaranya tersentak karena tujuan
agamawi, tetapi tidak diragukan juga bahwa yang lain berangkat untuk keuntungan
ekonomi. Ada juga yang ingin berpetualang merampas kembali tanah peziarahan di
Palestina, yang telah jatuh ke tangan Muslim.
Untuk mendorong tentara Perang Salib, Urbanus
dan para paus yang mengikutinya menekankan "keuntungan" spiritual
dari perang melawan orang-orang Muslim itu.
Dari sebuah
halaman Bible, Urbanus meyakinkan para pejuang itu bahwa dengan melakukan
perbuatan ini, mereka akan langsung masuk surga, atau sekurang-kurangnya dapat
memperpendek waktu di api penyucian.
Dalam perjalanannya menuju tanah suci, para
tentara Perang Salib berhenti di Konstantinopel. Selama mereka ada di sana,
hanya satu hal yang ditunjukkan: Persatuan antara Timur dan Barat masih
mustahil. Sang kaisar melihat para prajurit yang berpakaian besi itu sebagai
ancaman bagi takhtanya.
Ketika para
tentara Perang Salib mengetahui bahwa Alexis telah membuat perjanjian dengan
orang-orang Turki, mereka merasakan bahwa "pengkhianat" ini telah
menggagalkan bagian pertama misi mereka: menghalau orang-orang Turki dari
Konstantinopel.
Dengan bekal dari sang kaisar, pasukan tersebut
melanjutkan perjalanannya ke selatan dan timur, menduduki kota-kota Antiokhia dan Yerusalem.
Banjir darah mengikuti kemenangan mereka di Kota Suci itu. Taktik para tentara
Perang Salib ialah "tidak membawa tawanan".
Seorang pengamat yang merestui tindakan tersebut
menulis bahwa para prajurit menunggang kuda
mereka dalam darah yang tingginya mencapai tali kekang kuda. Para ahli
sejarah mencatat jumlah korban pembantaian itu sekitar 60.000-100.000 orang
lebih.
Comments
Post a Comment